Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BANGKOK. Akhirnya, Thailand mencabut status daruratnya di Bangkok. Hal itu dilakukan menyusul adanya rencana untuk memilih perdana menteri (PM) yang baru setelah PM Samak Sundaravej mengundurkan diri secara paksa karena diputuskan bersalah oleh pengadilan tinggi Thailand. Sebelumnya, pada 12 September lalu, parlemen Thailand menunda untuk memilih PM baru setelah sebagian anggota parlemen melakukan boikot untuk mencegah dipilihnya kembali Samak sebagai PM.
PM sementara Somchai Wongsawat, kemarin, memutuskan untuk mencabut status darurat di Thailand, yang sudah berlaku sejak 13 hari lalu di ibukota. “Jika Thailand terus berada dalam kondisi darurat, perekonomian kita akan terus mengalami penurunan,” ujar Somchai pada konferensi pers, kemarin.
Sekadar mengingatkan, status darurat tersebut dikeluarkan oleh Sundaravej setelah terjadinya bentrokan antara massa pro dan anti pemerintah yang menyebabkan tewasnya satu orang pada 2 September lalu. Ia lantas memerintahkan pihak militer untuk membubarkan secara paksa para demonstran yang jumlahnya diperkirakan mencapai 10.000 orang. Pihak militer menolak, sehingga para demonstran tetap bertahan melakukan aksi unjuk rasanya di depan kantor pemerintahan.
Ada tiga kandidat PM baru
Kini, parlemen Thailand dijadwalkan akan memilih pengganti Sundaravej. Beberapa kandidat yang diprediksi bisa menggantikan posisi Samak antara lain Menteri Keuangan Surapong Suebwonglee, Menteri Kehakiman Sompong Amornvivat, dan termasuk Somchai sendiri.
Kesemua kandidat tersebut memiliki hubungan erat dengan Thaksin di masa lalu. Surapong pernah menjadi juru bicara Thaksin. Sementara Somchai menikah dengan saudara perempuan Thaksin. Sedangkan Sompong pernah diadili karena kasus korupsi yang terjadi pada Februari lalu.
Catatan saja, Thaksin digulingkan oleh sekelompok orang yang menuduhnya melakukan korupsi dan menghina Kerajaan Thailand. Dia lantas melarikan diri ke London pada bulan lalu, untuk menghindari tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dengan alasan terjadi bias dalam sistem perundang-undangan.
Meski demikian, PPP tetap mengontrol parlemen karena memenangi 233 kursi pada pemilihan umum Desember lalu. Dukungan tertinggi datang dari Timur Laut Thailand. Di wilayah ini, sekitar 16,8% warganya masih hidup di bawah garis kemiskinan dengan uang belanja hanya mencapai 1.386 baht atau US$ 40 per bulannya.
Para analis menyambut baik adanya pencabutan status darurat tersebut. “Adanya pencabutan status darurat merupakan berita baik. Penetapan kondisi darurat berdampak buruk pada sektor pariwisata dan industri lainnya. Ini merupakan langkah positif di tengah proses menuju resolusi,” kata Isara Ordeedolchest, ekonom senior KTB Securities Ltd, kemarin.
Adanya aksi demonstrasi oleh Aliansi Masyarakat untuk Demonstrasi sejak 25 Mei lalu telah menggerus nilai indeks Thailand sebesar 26%. Aksi itu juga ikut melemahkan nilai tukar baht sebesar 8,2%. Sementara indeks kepercayaan konsumen anjlok ke level 69,9 yang merupakan terendah dalam 11 bulan terakhir. Data tersebut dikeluarkan oleh University of the Thai Camber of Commerce pada minggu lalu yang melakukan survey terhadap 852 orang pada 9 dan 10 September lalu.
Bloomberg, Reuters