Sumber: Reuters |
SINGAPURA. Korea Selatan telah berancang-ancang untuk mengambil langkah kontrol devisa. Salah satu langkahnya adalah mengenakan pajak transaksi finansial untuk mengatasi spekulasi mata uang di Asia, terutama Jepang. Korsel khawatir pelemahan yen makin memicu investor hengkang dari negeri ginseng itu.
Namun, sampai ancaman itu dilakukan, negara-negara Asia lainnya masih cenderung kalem menanggapi devaluasi yen. Mereka hanya melakukan serangkaian intervensi mata uang dalam taraf ringan.
Namun Korsel menerima peringatan dari aksi jual yang melanda bursanya pekan ini. Investor asing membukukan nilai penjualan saham terbesarnya dalam 16 bulan terakhir di bursa Korsel. Sebagai akibatnya, nilai tukar won tumbang ke level terendah dalam tiga bulan.
Negeru ginseng menghadapi risiko penjualan saham lebih besar lagi jika kebijakan kontrol devisa itu berjalan. Efek berikutnya adalah pelemahan won lebih lanjut
"Korea akan menjadi kartu domino pertama, dan justru efek domino inilah yang sebenarnya menjadi risiko pelemahan yen," ujar Rob Ryan, currency and rates strategist RBS. Kontrol devisa Korsel berisiko akan menjadi awal dari kompetisi mata uang di Asia.
Kecemasan Korsel atas yen
Kekhawatiran atas devaluasi mata uang secara kompetitif merupakan akibat dari pelonggaran kebijakan moneter yang belakangan banyak diambil negara maju, termasuk Amerika Serikat dengan strategi Quantitative Easing.
Tapi kini fokus perhatian bergeser ke Jepang. Yen telah melemah hampir 12% terhadap dollar AS sejak pertengahan November 2012. Padahal, dulunya, yen merupakan mata uang yang nilainya cenderung kuat akibat aksi carry trade investor Jepang.
Yen terus longsor seiring dengan upaya Bank of Japan dan pemerintah baru Jepang untuk mengeluarkan negeri sakura dari resesi dan deflasi. Pekan lalu, BOJ menggandakan kenaikan target inflasi ke 2% dan berkomitmen untuk membeli aset keuangan dari pasar tanpa batas waktu.
Sejauh ini Korsel menjadi yang paling vokal atas kebijakan yang menyangkut yen. Hal ini dapat dimengerti sebab eksportir-eksportir Korsel berhadap-hadapan langsung dengan eksportir Jepang.
Daya saing eksportir Korsel tergerus sebab yen yang lemah telah membuat produk elektronik dan otomotif Jepang jadi lebih murah. Pasalnya, nilai tukar won sudah menguat terhadap yen. Dalam enam bulan terakhir, won beranjak dari 15 won per yen menjadi 11,8 won per yen.
Alhasil, di awal pekan ini pemerintah Korsel bertindak. "Arus kebijakan Quantitative Easing telah menimbulkan situasi tak terduga sehingga penting (bagi negara yang terkena dampaknya) untuk mengadopsi perubahan paradigma untuk mengatasinya," ujar Wakil Menteri Keuangan Korsel Choi Jung-Ku.
Di antaranya, Pemerintah Korsel akan meminta perusahaan pemerintah untuk tidak meminjam dana di luar negeri. "Pemerintah juga akan mengetatkan aturan perdagangan derivatif valas di bank-bank untuk meredam volatilitas pasar valas," kata Choi.
Lebih ekstrem lagi, Korsel yang sebelumnya menentang wacana pengenaan pajak transaksi finansial alias Tobin Tax yang diperdebatkan di Eropa, kini berubah posisi. Pemerintah Korsel berkata akan menimbang langkah yang menyerupai Tobin Tax jika spekulasi atas won makin intens.