Reporter: Umar Idris, Bloomberg |
SHANGHAI. Meskipun inflasi terbilang tinggi, ekonomi China selama kuartal I 2011 (Januari-Maret) tumbuh 9,7%. Pertumbuhan ini di atas ekspektasi pasar, karena terjadi saat inflasi begitu tinggi.
Data resmi Badan Statistik Nasional China yang diumumkan kemarin (15/4) menyebutkan inflasi selama Maret naik sebesar 5,4%, tertinggi selama 32 bulan atau sejak 2008. Pada Februari, inflasi masih 4,9%.
Data ini di atas ekspektasi pasar, khususnya indeks harga konsumen. "Artinya tekanan inflasi memang sangat besar," kata Nie Wen, analis Hwabao Trust di Shanghai.
Presiden China Hu Jintao, Jumat pekan lalu, mengatakan pertumbuhan ekonomi China masih timpang. Perdana Menteri China Wen Jiabao, pekan ini, berjanji pemerintah China akan menggunakan semua cara untuk menekan inflasi. "Menstabilkan harga adalah prioritas utama pemerintah di tahun ini," kata Wen di sidang Kabinet, dikutip dari BBC.
Pengumuman data ekonomi kuartal I ini kembali diwarnai dengan kebocoran data. Sehari sebelumnya, data resmi pemerintah telah beredar di kalangan pasar, di situs microblogging, dan di website televisi Phoenix Satellite.
Insider trading
Phoenix TV menulis, inflasi bulan Maret naik antara 5,3% hingga 5,4%. Sedangkan data inflasi yang beredar di microblogging sama persis dengan data pemerintah, yakni 5,4%. Bocornya rahasia ini menjadi perhatian pemerintah dan kalangan pasar.
Kalangan pasar melihat masih ada celah dalam aturan yang ada. Padahal data inflasi China saat ini terbilang paling banyak dicari orang sehingga kebocoran data tentang inflasi diindikasikan menjadi ajang melakukan insider trading.
Catatan Bloomberg, kebocoran data indikator ekonomi sebelum pengumuman resmi telah terjadi selama lima kali dalam enam bulan terakhir. Data yang bocor itu ternyata sangat akurat atau sesuai dengan pengumuman resmi.
"Peraturan yang ada saat ini tidak menyebutkan keuntungan pribadi akibat membocorkan data indikator ekonomi sebagai insider trading," kata Yan Yiming, ahli hukum pasar saham di Shanghai.
Menurut He Keng, mantan Kepala Deputi di Badan Statistik Nasional, kebocoran ini akibat banyak pejabat China yang memegang data itu sebelum pengumuman resmi. "Pemerintah China harus membuat prosedur baru yang memberikan otoritas kepada suatu institusi dan memperjelas siapa bertanggungjawab," kata David Cohen, ekonom Action Economics, di Singapura.
Pemerintah China akan mempersingkat waktu antara produksi data dengan pengumuman resmi. Selain itu, pemerintah China berjanji akan menghukum sang pembocor data. "Penyebaran data rahasia negara di internet dan jaringan informasi publik akan diminta pertanggungjawabannya, kami akan beri sanksi" kata Sheng Laiyun, juru bicara Badan Statistik Nasional China, kemarin (15/4) kepada Bloomberg. n