Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat Donald Trump Minggu (4/5) mengumumkan pemberlakuan tarif 100% untuk semua film yang diproduksi di luar negeri. Alasannya industri film Amerika tengah mengalami kematian yang sangat cepat akibat insentif yang ditawarkan negara lain untuk menarik para pembuat film.
"Ini adalah upaya terkoordinasi oleh negara-negara lain dan, oleh karena itu, merupakan ancaman terhadap Keamanan Nasional. Selain itu, ini juga bentuk pesan dan propaganda," tulis Trump di platform media sosialnya, Truth Social.
Trump menyatakan, telah memberikan wewenang kepada instansi pemerintah terkait yakni Departemen Perdagangan, untuk segera memulai proses penerapan tarif 100% terhadap semua film luar negeri yang masuk ke Amerika Serikat. "Kami ingin film dibuat di Amerika, lagi!"
Baca Juga: Trump Berulah! Postingan Gambar AI Dirinya sebagai Paus Lukai Umat Katolik
Menteri Perdagangan Howard Lutnick dalam unggahan di platform X (sebelumnya Twitter) mengatakan sedang menanganinya.
Baik Trump maupun Lutnick belum memberikan rincian lebih lanjut terkait pelaksanaan tarif tersebut. Masih belum jelas apakah kebijakan ini juga akan berlaku untuk film yang ditayangkan melalui layanan streaming, atau hanya untuk film layar lebar, serta apakah tarif akan dihitung berdasarkan biaya produksi atau pendapatan box office.
Para eksekutif Hollywood dilaporkan tengah mencari kejelasan mengenai kebijakan ini pada Minggu malam. Asosiasi Film Amerika (Motion Picture Association), yang mewakili studio-studio besar, belum memberikan komentar.
Pada Januari 2025, Trump menunjuk para veteran Hollywood seperti Jon Voight, Sylvester Stallone, dan Mel Gibson untuk menghidupkan kembali Hollywood agar lebih besar, lebih baik, dan lebih kuat dari sebelumnya.
Selama beberapa tahun terakhir, produksi film dan televisi semakin banyak berpindah keluar dari Hollywood ke negara atau wilayah lain yang menawarkan insentif pajak lebih menarik.
Baca Juga: Trump Perintahkan Biro Penjara Kembali Buka Alcatraz
Pemerintah di berbagai belahan dunia meningkatkan kredit pajak dan insentif tunai untuk menarik produksi film dan merebut bagian dari dana global sebesar US$ 248 miliar yang diprediksi Ampere Analysis akan digunakan untuk produksi konten pada tahun 2025.
Semua perusahaan media besar, termasuk Walt Disney, Netflix, dan Universal Pictures, melakukan produksi di luar negeri seperti Kanada dan Inggris.
Menurut data dari ProdPro, setengah dari pengeluaran untuk proyek film dan TV dengan anggaran lebih dari US$ 40 juta pada tahun 2023 dilakukan di luar Amerika Serikat.
FilmLA, organisasi nirlaba yang melacak produksi di kawasan Los Angeles, melaporkan bahwa produksi film dan televisi di kota itu telah turun hampir 40% dalam satu dekade terakhir.
Kebakaran hutan besar yang terjadi pada Januari lalu memperkuat kekhawatiran produser mungkin akan semakin meninggalkan Los Angeles. Para pekerja di balik layar seperti operator kamera, desainer kostum, teknisi suara, dan lainnya, juga akan pindah dari kota tersebut.
Sebuah survei ProdPro menunjukkan California kini hanya menempati peringkat keenam sebagai lokasi pilihan untuk produksi film dalam dua tahun mendatang, kalah dari Toronto, Inggris, Vancouver, Eropa Tengah, dan Australia.
Produser Hollywood dan serikat pekerja telah lama mendesak Gubernur California Gavin Newsom untuk meningkatkan insentif pajak negara bagian agar dapat bersaing dengan lokasi lain.
Tarif film yang diusulkan Trump ini menambah deretan konflik perdagangan yang dipicu oleh pemerintahannya, yang sebelumnya telah mengacaukan pasar dan memicu kekhawatiran akan resesi di Amerika Serikat.
Baca Juga: Krisis Tisu Toilet Ancam Amerika Serikat Akibat Kebijakan Tarif Impor Trump
William Reinsch, mantan pejabat senior Departemen Perdagangan dan kini peneliti di Center for Strategic and International Studies, mengatakan pembalasan dari negara lain terhadap tarif film ini bisa berdampak buruk.
"Retaliasi akan membunuh industri kita. Kita jauh lebih banyak kehilangan daripada mendapatkan," kata Reinsch. Ia menambahkan akan sulit untuk membenarkan alasan darurat nasional dalam konteks film.