kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.905.000   3.000   0,16%
  • USD/IDR 16.471   -6,00   -0,04%
  • IDX 6.871   55,33   0,81%
  • KOMPAS100 996   10,75   1,09%
  • LQ45 772   8,46   1,11%
  • ISSI 218   1,52   0,70%
  • IDX30 402   4,63   1,17%
  • IDXHIDIV20 476   1,99   0,42%
  • IDX80 112   1,20   1,08%
  • IDXV30 115   0,59   0,51%
  • IDXQ30 132   1,28   0,99%

Trump Berulah! Postingan Gambar AI Dirinya sebagai Paus Lukai Umat Katolik


Senin, 05 Mei 2025 / 11:00 WIB
Trump Berulah! Postingan Gambar AI Dirinya sebagai Paus Lukai Umat Katolik
ILUSTRASI. Donald Trump, memicu kegemparan global dengan memposting gambar buatan kecerdasan buatan (AI) dirinya mengenakan jubah putih dan mitra khas Paus. REUTERS/Leah Millis 


Sumber: AP News | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Di tengah masa berkabung resmi atas wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memicu kegemparan global dengan memposting gambar buatan kecerdasan buatan (AI) dirinya mengenakan jubah putih dan mitra khas Paus di platform Truth Social.

Gambar ini kemudian juga dibagikan ulang oleh akun resmi Gedung Putih di X (dulu Twitter), menambah kontroversi yang sudah panas.

Respon Tajam dari Gereja Katolik dan Masyarakat Italia

Konferensi Katolik Negara Bagian New York, yang mewakili para uskup di negara bagian tersebut, secara tegas mengecam tindakan Trump.

“Tidak ada yang lucu atau cerdas dari gambar ini, Tuan Presiden,” tegas pernyataan resmi mereka.

“Kami baru saja menguburkan Paus Fransiskus yang kami cintai, dan para kardinal sedang bersiap memasuki konklaf suci untuk memilih penerus Santo Petrus. Jangan menghina kami,” tambah pernyataan tersebut.

Baca Juga: Krisis Tisu Toilet Ancam Amerika Serikat Akibat Kebijakan Tarif Impor Trump

Di Italia, negara yang sangat menghormati institusi Kepausan bahkan di kalangan non-agamis, tanggapan lebih keras muncul. Surat kabar La Repubblica menampilkan gambar tersebut di halaman depan dan menyebut tindakan Trump sebagai manifestasi dari “megalomania patologis.”

Mantan Perdana Menteri Italia yang berhaluan kiri, Matteo Renzi, menulis di akun X:

“Gambar ini menghina umat beriman, melecehkan institusi, dan memperlihatkan bagaimana pemimpin dunia kanan menjadikan segalanya bahan lawakan.”

Pernyataan Bungkam dari Vatikan dan Respon Gedung Putih

Vatikano, melalui juru bicara Matteo Bruni, menolak memberikan komentar. Namun dalam briefing harian mengenai konklaf, beberapa jurnalis mengangkat isu ini secara serius, mempertanyakan kesopanan dan etika tindakan Trump.

Sementara itu, Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt mengklaim bahwa:

“Presiden Trump terbang ke Italia untuk memberikan penghormatan kepada Paus Fransiskus dan menghadiri pemakamannya, dan ia merupakan pembela kuat kebebasan beragama.”

Trump dan Lelucon Mengenai Kepausan: Humoris atau Provokatif?

Trump sebelumnya telah melontarkan komentar bercanda bahwa dirinya ingin menjadi Paus. “Saya ingin menjadi Paus. Itu pilihan nomor satu saya,” katanya kepada wartawan.

Komentar ini kemudian disambut dengan dukungan bercanda dari para sekutunya:

  • Senator Lindsey Graham: Menyebut Trump sebagai "kandidat kuda hitam" untuk Kepausan dan meminta umat Katolik untuk “membuka pikiran.”

  • Wakil Presiden JD Vance: Bergurau soal Senator Marco Rubio menjadi Paus berikutnya.

  • Jack Posobiec, tokoh sayap kanan dan sekutu Trump, menepis kritik: “Kami semua sudah membuat lelucon tentang pemilihan Paus minggu ini. Namanya juga selera humor.”

Baca Juga: Pengusaha Hong Kong Jadi Korban Salah Identitas dalam Daftar Hitam Perdagangan AS

Dampak Potensial terhadap Konklaf dan Kandidat dari AS

Trump juga sempat memuji Kardinal Timothy Dolan dari New York sebagai calon potensial Paus. Namun dalam tradisi Gereja, dukungan terang-terangan dari kekuatan politik sekuler justru bisa menjadi bumerang. Pepatah lama di Vatikan mengatakan:

“Siapa yang masuk konklaf sebagai Paus, akan keluar sebagai Kardinal.”

Kardinal Dolan sendiri merupakan satu dari 10 kardinal asal AS yang memiliki hak suara dalam konklaf yang akan dimulai Rabu ini.

Ketegangan Lama antara Trump dan Kepemimpinan Katolik

Selama masa kepemimpinannya, Trump dan rekan-rekannya, seperti JD Vance, sering berbenturan dengan Gereja Katolik—khususnya Paus Fransiskus—mengenai isu imigrasi. Beberapa minggu sebelum wafat, Fransiskus secara tegas mengecam rencana deportasi massal yang dirancang oleh administrasi Trump.

Selama lebih dari satu dekade kepemimpinannya, Paus Fransiskus telah berupaya mengubah wajah hierarki Gereja Katolik AS dengan memprioritaskan isu-isu sosial dan migrasi. Pemilihan Paus yang lebih konservatif berpotensi membalikkan arah tersebut.

Baca Juga: Donald Trump akan Mencabut Status Bebas Pajak Universitas Harvard

Peran AS dan Kandidat Potensial dalam Konklaf 2025

Trump telah mengajukan Brian Burch, tokoh konservatif dari CatholicVote.org, sebagai Duta Besar AS untuk Takhta Suci. Organisasi tersebut gencar mempublikasikan laporan seputar konklaf dan menjadi penyebar utama isu—yang telah dibantah Vatikan—tentang dugaan masalah kesehatan Kardinal Pietro Parolin, kandidat kuat pengganti Fransiskus.

Parolin dikenal sebagai arsitek utama kebijakan Vatikan terhadap Tiongkok, termasuk perjanjian 2018 yang membagi otoritas pengangkatan uskup antara Beijing dan Vatikan—kebijakan yang ditentang keras oleh Trump pada masa jabatannya.

Selanjutnya: Begini Cara Jeff Bezos Mendapatkan Cuan dan Jadi Miliarder Dunia

Menarik Dibaca: Promo Hokben Duble Date 5.5 Hanya 3 Hari , Makan Berdua Bayar Setengah Harga Saja



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×