Sumber: Bloomberg | Editor: Sanny Cicilia
TOKYO. Rapor neraca perdagangan Jepang kembali merah di bulan Agustus. Jepang mencatat defisit perdagangan ¥ 948,5 miliar (US$ 8,7 miliar), menggenapi defisit selama 26 bulan berturut-turut.
Jepang melakukan ekspor sebesar ¥ 5,71 triliun, lebih rendah dibanding 1,3% dibanding Agustus tahun lalu. Sementara penurunan impor 1,5% year on year menjadi ¥ 6,65 triliun.
Menurut Kementrian Keuangan Jepang, penurunan ekspor disebabkan melemahnya permintaan produk-produk Jepang dari China dan Amerika Serikat. Ekspor ke China turun 0,2%, penurunan pertama dalam 17 bulan terakhir. Sementara permintaan dari AS turun 4,4%.
Sedangkan impor turun karena kebutuhan energi yang tidak terlalu tinggi selama musim panas. Namun, Jepang memperkirakan, masih akan mengimpor bahan bakar energi selagi 48 reaktor tenaga nuklir Jepang masih belum beroperasi.
Mitra perdagangan Jepang yang mengalami pelambatan ekonomi menjadi tantangan terbesar Negara Matahari Terbit. Organization for Economic Cooperation & Development memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang tahun 2014 menjadi 0,9%.
"Kondisi ekonomi mitra perdagangan Jepang memberi efek terbesar bagi ekspor Jepang," kata Rintaro Tamaki, Deputy Director General OECD, pada Bloomberg. Dia bilang, ekspor Jepang tidak akan pulih cepat karena ekonomi global tidak lebih kuat dibanding sebelum tahun 2007.
Hasil ini akan menjadi pertimbangan bagi Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, apakah akan menaikkan kembali pajak menjadi 10% di tahun depan. April lalu, Jepang menaikkan pajak penjualan dari menjadi 8% dari 5%, dan berimbas pada kontraksi laju ekonomi Jepang sebesar 7,1% untuk periode April-Juni.
Analis yang disurvei Bloomberg memperkirakan, ekonomi Jepang akan rebound pada kuartal ini, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 3,4% di akhir September.