kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Paul McCartney geram budaya rasisme yang masih hidup hingga kini


Sabtu, 06 Juni 2020 / 10:08 WIB
Paul McCartney geram budaya rasisme yang masih hidup hingga kini
ILUSTRASI. Pengunjuk rasa berlarian akibat tembakan gas airmata saat berpawai mengecam kematian George Floyd saat ditahan polisi Minneapolis di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, Senin (1/6/2020). REUTERS/Bastiaan Slabbers


Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pernah melihat secara langsung budaya rasisme di Amerika Serikat (AS) pada hampir 60 tahun lalu, musisi Paul McCartney mengungkapkan kekecewaannya atas praktik rasisme yang menewaskan Feorge Floyd.

"Saya merasa sedih dan marah. Kita sudah berada di zaman sekarang dan dunia masih dikejutkan oleh pembunuhan Floyd yang tidak masuk akal oleh polisi yang rasis. Belum lagi kejadian-kejadian sebelumnya," tulis McCartney dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, @paulmccartney.

Pentolan The Beatles tersebut lalu bercerita pengalamannya akan budaya rasisme di AS hampir 60 tahun silam. Di 1964, The Beatles diundang untuk bernyanyi di Jacksonville, AS. The Beatles pun mendapat kabar bahwa dalam konser tersebut, akan ada pemisahan tempat duduk penonton sesuai dengan warna kulit.

Baca Juga: Survei: Mayoritas warga AS dukung aksi demonstrasi, tak setuju dengan respons Trump

Mendengar hal itu, band yang dijuluki The Fab Four menolak dengan keras dan mengancam membatalkan konser tersebut kalau tetap ada pemisahan penonton. Bahkan, mereka juga memastikan agar penolakan pemisahan penonton masuk ke dalam surat kontrak mereka.

"Akhirnya, kami tetap tampil. Dan rupanya, konser kami saat itu merupakan konser pertama di Jacksonville tanpa pemisahan penonton menurut warna kulit. Benar-benar tidak masuk akal," tambahnya.

Lebih lanjut, pelantun lagu Band on The Run tersebut nengajak masyarakat untuk saling bahu membahu dan bergandengan tangan untuk melawan rasisme. McCartney bilang, kalau memang saat ini tidak ada tindakan pasti untuk menghilangkan rasisme, tetapi masyarakat tetap harus berubah.

Masyarakat perlu membuka pikiran, mendengarkan dengan lebih seksama, lebih lantang, belajar, dan mengambil aksi lebih dalam bekerjasama mengentaskan rasisme dalam berbagai bentuk.

Ia juga menginfokan beberapa organisasi anti rasisme yang bisa diikuti di Instagram maupun bisa dibantu, yaitu @blklivesmatter, @colorofchange, @naacp, @standuptoracismuk, dan @campaignzero. Selain itu, masyarakat juga bisa mengikuti kampanye anti rasisme lewat tagar #CommunityJusticeExchange atau #NationalBailFundNetwork.

Tak lupa, McCartney juga menunjukkan dukungan bagi para demonstran dan siapa saja yang menyuarakan anti rasisme selama ini. "Saya ingin keadilan bagi keluarga Georges Floy. Saya ingin keadilan bagi mereka yang meninggal dan menderita. Tidak berbuat apa-apa bukanlah pilihan," tandasnya.

Baca Juga: Trump kecele, Menhan AS ogah kerahkan pasukan atasi protes Minneapolis



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×