Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pemerintah Amerika Serikat (AS) berharap pertemuan AS dan Cina yang akan di gelar 12-13 Februari 2018 terkait perang dagang menghasilkan kesepakatan produktif. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menyebut kedua negara berusaha untuk menuntaskan kesepakatan di tengah sengketa yang memburuk dan saling menaikan tarif dagang.
AS sendiri akan menaikan tarif impor dari Cina menjadi 25% dari 10% dari total impor senilai US$ 200 miliar. Jika kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan pada batas waktu 1 Maret medatang. Hal ini akan memukul biaya di sektor-sektor dari produk konsumer elektronik hingga pertanian.
Mnuchin, bersama dengan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, tiba di ibu kota Cina pada hari Selasa (12/2). Mereka dijadwalkan mengadakan pembicaraan pada hari Kamis dan Jumat dengan Wakil Perdana Menteri Liu He, penasihat ekonomi utama Xi.
Mengutip Reuters pada Rabu (13/2), putaran pembicaraan terakhir di Beijing dimulai pada hari Senin dengan diskusi di antara para pejabat tingkat pewakilan. Guna mencoba mencari tahu rincian teknis, termasuk mekanisme untuk jalan tengah perjanjian perdagangan.
James Green, seorang peneliti senior di Universitas Georgetown yakin Cina berharap pertemuan Xi-Trump akan menghasilkan kesepakatan jangka pendek mengenai tarif dagang. Green memprediksi tidak akan ada perselisihan lebih parah. Namun masih ada beberapa isu yang perlu diwaspai oleh AS. Antara lain peningkatan kontrol negara terhadap ekonomi China, aktivitas militer di Laut Cina Selatan, dan masalah keamanan di perusahaan teknologi Tiongkok.
Bahkan jika kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan tentang tarif. Meski tidak berarti mengakhiri gesekan perdagangan. Lantaran AS masih akan mempermasalahan hukum dan sanksi pada sector telekomunikasi.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo memperingatkan sekutunya atas penggelaran peralatan dari raksasa telekomunikasi China Huawei Technologies di AS. Hal ini akan mempersulit Washington untuk bermitra bersama mereka.
Amerika Serikat dan sekutu Baratnya meyakini bahwa peralatan Huawei dapat digunakan untuk spionase, dan melihat ekspansi Huawei ke Eropa tengah sebagai cara untuk mendapatkan pijakan di pasar Uni Eropa. Baik pemerintah Cina dan Huawei telah menepis kekhawatiran ini.