Sumber: A.P | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KUALA LUMPUR. Air Asia, maskapai penerbangan murah terbesar di Asia Tenggara, kini sedang melakukan pertaruhan besar. Ketika harga bahan bakar yang tinggi memaksa kebanyakan maskapai untuk berhemat, memangkas tenaga kerja, dan merehatkan pesawatnya, Air Asia justru berbuat sebaliknya.
Maskapai Malaysia ini menambah jumlah penerbangan, rute, dan meningkatkan modal investasinya. Promosinya pun tetap jor-joran. Bulan lalu, Air Asia meluncurkan lagi program 1 juta kursi gratis, di luar fuel surcharge dan pajak. Perusahaan yang baru berumur tujuh tahun ini tampaknya ingin meraup kekosongan penerbangan setelah banyak maskapai mengurangi kapasitasnya. Air Asia menebak, akan semakin banyak orang yang akan memilih penerbangan murah tatkala ekonomi sedang menurun seperti sekarang ini.
Menurut para analis, jika Air Asia bisa bertahan dengan langkah ini di tengah situasi sulit, ia akan menjadi pemenang saat kondisi membaik nanti. Kala itu, Air Asia akan memetik hasil dari meningkatnya konsumen dan kuatnya jaringan jalur penerbangan mereka. Namun, "Ini merupakan langkah jangka panjang yang akan mengakibatkan kesulitan di jangka pendek," kata Damien Horth, analis UBS AG Hong Kong.
Sebenarnya kondisi keuangan Air Asia tak terlalu cemerlang. Bulan lalu, Air Asia melaporkan 95% penurunan laba bersih di kuartal kedua 2008 dari periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 2,9 juta. Di antara penurunan itu, sebesar US$ 23 juta merupakan rugi kurs lantaran ringgit Malaysia melemah.
Terkait kinerja tersebut, Chief Executive Officer Tony Hernandez berujar, "Kami senang dengan strategi yang kami lakukan. Kami takkan mengorbankan pertumbuhan jangka panjang untuk laba jangka pendek."
Kini, Air Asia memiliki cadangan tunai sekitar US$ 303 juta. Meski demikian, Air Asia memiliki utang outstanding US$ 1,6 miliar. Sedangkan posisi utang bersihnya sebesar US$ 1,3 miliar. Jumlah utang tersebut masih akan terus membengkak nantinya pada saat perusahaan menerima pesanan pesawat barunya. Catatan saja, Air Asia telah memesan 175 pesawat Airbus 320 yang akan dikirim bertahap hingga 2014.
Yang menjadi masalah, saat ini, iklim industri penerbangan sedang suram. International Air Transport Association memprediksi industri maskapai global akan merugi sebanyak US$ 5,2 miliar tahun ini. Sementara Horth memprediksi Air Asia tahun ini bisa saja berkinerja merah untuk pertama kalinya dengan ekspansi dan kebijakan harganya yang agresif menggerogoti pendapatannya.