Reporter: Shuliya Indriya Ratanavara | Editor: Sanny Cicilia
LONDON. Setelah sektor minyak, bisnis baja dunia berpotensi mengalami keruntuhan. Pasalnya, utang perusahaan baja top dunia menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa.
Laporan terbaru Ernst & Young (EY) melaporkan, utang rekor perusahaan baja dunia mencapai sebesar US$ 150 miliar. Dengan kata lain, tumpukan utang ini bakal memaksa pemerintah unutk segera merestrukturasi secara radikal industri baja di masing-masing negara.
Faktor kelebihan kapasitas (overcapacity) dan merosotnya harga jual baja menjadi dua faktor utama tumpukan utang. Alhasil, rapor kinerja perusahaan baja dunia melesu.
Di tengah kelesuan, aksi konsolidasi diperkirakan bakal marak menghampiri para produsen baja dunia. Contoh, saat ini raksasa baja Tata Steel tengah membicarakan konsolidasi dengan konglomerat baja asal Jerman, Thyssenkrupp.
Thyssenkrupp merupakan perusahaan baja terbesar ke-16 di dunia, berdasarkan jumlah produksi. Thyssenkrupp telah mengumumkan penjualan aset real estate dan membuka peluang merger dengan Tata Steel.
Pada akhir Juni 2016, utang Thyssenkrupp tercatat sebesar € 4,77 miliar. Angka ini naik ketimbang € 4,39 miliar euro di tahun lalu. Perusahaan asal Jerman ini menargetkan diri menurunkan rasio utang ke bawah level 150% pada akhir September 2016 dari posisi sekarang 175%.
Ada pula perusahaan baja terbesar dunia, ArcelorMittal yang tengah berusaha untuk menyelesaikan utang senilai US$ 3 miliar melalui penerbitan saham baru (right issue). Tidak hanya itu, ArcelorMittal juga sudah menjual sejumlah aset.
ArcelorMittal menjual kepemilikan sahamnya di perusahaan baja spesialis otomotif di Spanyol, Gestamp, April 2016 lalu senilai US$ 1 miliar. Aksi ini cukup efektif dalam mengurangi jumlah utang mereka di kuartal II 2016 menjadi US$ 12,7 miliar dari US$ 17,3 miliar di kuartal I 2016. Grup usaha ini menargetkan untuk mendapat cash flow positif di akhir tahun.
Ernst & Young menuliskan, utang jumbo perusahaan-perusahaan baja ini merupakan buah dari ambisi mereka memenangkan pangsa pasar. Terutama perusahaan baja asal China yang jor-joran menambahkan miliaran ton kapasitas mereka sejak tahun 2000 dan menyumbang kelebihan kapasitas global sebesar 700 juta ton.
Tak heran, kalau utang dari 30 perusahaan baja terbesar di dunia tersebut masih sangat kecil dibandingkan dengan iutang perusahaan baja China yang diperkirakan senilai US$ 500 miliar.
China telah berjanji akan mengurangi kapasitas bajak sebanyak 45 juta ton di tahun ini. Tapi pada tujuh bulan pertama tahun ini, pengurangan kapasitas baru sebesar 47% dari target.
Seperti dikutip Reuters, Ernst & Young Global Steel Leader, Anjani Agrawal menyatakan banyak pengusaha baja yang tengah kesulitan dan berada di ujung tanduk menuju kebangkrutan.