Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Konflik di Asia Tengah dan Ukraina tidak membantu hal ini. Begitu pula masalah minuman keras yang meluas.
Menurut Carnegie Endowment for International Peace, beberapa alasan obyektif masalah demografi Rusia mencerminkan dinamika sejarah: jumlah perempuan usia subur menurun, dan rata-rata usia perempuan memiliki anak terus meningkat di wilayah perkotaan yang modern dan populasi yang berpendidikan tinggi.
Lembaga think tank tersebut juga mencatat pandemi Covid-19 dan operasi militer khusus Rusia di Ukraina telah menciptakan latar belakang ketidakpastian ekstrem tentang masa depan.
Hal ini diperkirakan telah mengubah pemikiran tentang keluarga berencana, di mana beberapa orang memutuskan untuk tidak memiliki anak atau menunda memulai sebuah keluarga atau memiliki anak lagi sampai masa yang lebih stabil secara psikologis dan finansial.
Mengutip Business Insider, perang di Ukraina telah menyebabkan sekitar 900.000 orang mengungsi dari negara tersebut.
Sebanyak 300.000 orang lainnya telah direkrut untuk berperang di Ukraina, sehingga memperburuk krisis tenaga kerja di Rusia.
Sementara itu, menurut analisis statistik yang dilakukan oleh media Rusia Mediazona dan Meduza pada bulan Juli, sekitar 50.000 pria Rusia diyakini tewas dalam perang di Ukraina.
Baca Juga: Putin: Ngomong-Ngomong, Rusia Tak Pernah Tolak Pembicaraan Damai dengan Ukraina
Pada bulan Oktober, Kementerian Pertahanan Inggris melaporkan bahwa Rusia kemungkinan telah mengalami hingga 290.000 tentara yang tewas atau terluka dalam perang melawan Ukraina.
Sejak berkuasa 24 tahun lalu, Putin telah berupaya meningkatkan angka kelahiran di Rusia dengan memperkenalkan serangkaian insentif pemerintah bagi mereka yang memiliki anak, termasuk tunjangan bagi keluarga yang memiliki lebih dari satu anak.
Namun, berdasarkan angka dari Rosstat, badan statistik federal Rusia, langkah-langkah tersebut tidak berdampak besar. Data menunjukkan bahwa jumlah penduduk Rusia pada 1 Januari adalah 146.447.424 jiwa, lebih rendah dibandingkan tahun 1999 ketika Putin pertama kali menjadi presiden.
“Rusia kekurangan pekerja,” kata Alexei Raksha, seorang ahli demografi yang sebelumnya bekerja di Rosstat, kepada AFP pada bulan Februari.
“Ini masalah lama, tapi menjadi lebih buruk karena mobilisasi dan pemberangkatan massal,” ujarnya.
Baca Juga: Gara-Gara Standar Ganda Atas Perang Gaza, Uni Eropa Hadapi Meningkatnya Permusuhan