Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Sebagian besar ekonomi besar di negara berkembang, termasuk China, Brasil, dan India, dinilai mampu menghadapi kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) tanpa dampak yang terlalu berat.
Hal ini terungkap dalam laporan lembaga konsultan risiko Verisk Maplecroft, yang menimbulkan keraguan atas efektivitas alat tekanan dagang Presiden Donald Trump.
Baca Juga: Harga Kopi Asia Bergerak Beragam: Vietnam Melemah, Diskon Indonesia Menyempit
Verisk Maplecroft menganalisis ketahanan 20 pasar berkembang terbesar dengan mempertimbangkan sejumlah indikator, mulai dari tingkat utang hingga ketergantungan terhadap pendapatan ekspor, untuk menilai kemampuan negara-negara tersebut menghadapi volatilitas perdagangan dan perubahan cepat dalam aliansi geopolitik.
“Sebagian besar pusat manufaktur dunia saat ini berada dalam posisi yang lebih baik dari perkiraan untuk menghadapi badai tarif dari AS, bahkan jika kebijakan itu diterapkan penuh,” kata Reema Bhattacharya, Kepala Riset Asia sekaligus penulis laporan tersebut pada Kamis (13/11/2025).
Menurut laporan itu, Meksiko dan Vietnam termasuk negara yang paling terekspos terhadap ketergantungan perdagangan dengan AS.
Namun, berkat kebijakan ekonomi progresif, peningkatan infrastruktur, dan stabilitas politik, keduanya justru dinilai lebih tangguh dalam menghadapi tekanan eksternal.
Baca Juga: Ditopang Honor of Kings, Tencent Catat Pertumbuhan Laba 15% di Kuartal III
Sementara itu, Brasil dan Afrika Selatan disebut tengah memperkuat hubungan dagang dengan mitra non-tradisional untuk mengurangi ketergantungan terhadap ekonomi besar seperti AS dan China.
“Hampir semua pasar berkembang kini sadar bahwa bisnis dengan AS dan China tetap penting, tapi tidak bisa terlalu bergantung pada keduanya. Karena itu, dibutuhkan pasar ketiga,” ujar Bhattacharya, seraya menambahkan bahwa perdagangan antaranggota BRICS kini meningkat pesat.
Laporan tersebut tidak memasukkan Rusia dalam kajian. Namun Bhattacharya menekankan bahwa China, meski paling rentan terhadap ketegangan geopolitik dengan AS, tetap memiliki kekuatan besar karena basis ekspor yang terdiversifikasi dan modal manusia yang kuat.
“China sudah begitu mengakar dalam rantai pasok global sehingga hampir mustahil digantikan,” katanya.
Baca Juga: Harga Emas Tembus Tertinggi Tiga Pekan, Didorong Kekhawatiran Utang AS
Data terbaru menunjukkan ekspor China pada Oktober mengalami penurunan terdalam sejak Februari, tak lama setelah Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS.
Selain itu, Bhattacharya menyoroti upaya China memperluas penggunaan renminbi dalam penyelesaian perdagangan internasional sebagai langkah strategis memperkuat ketahanan ekonomi dan diversifikasi risiko geopolitik.
Beberapa negara Amerika Latin seperti Brasil, Argentina, dan Chile telah menandatangani perjanjian penyelesaian perdagangan dalam mata uang lokal dengan bank sentral China.
Sementara itu, perusahaan milik negara dan investor China juga aktif mendanai proyek litium dan tembaga di Chile, Bolivia, dan Peru sebagai bagian dari perluasan pengaruh ekonomi Beijing.













