Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Myanmar baru-baru ini mengumumkan hasil sensus 2024 yang menunjukkan populasi negara tersebut mencapai 51,3 juta, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan sensus sebelumnya pada tahun 2014 yang mencatatkan angka 51,5 juta.
Hasil sensus ini diumumkan oleh media negara pada hari Rabu dan akan digunakan untuk menyusun daftar pemilih untuk pemilu yang direncanakan pada tahun 2025.
Pemilu di Tengah Ketegangan Politik
Meskipun Myanmar dilanda ketegangan dan konflik sejak kudeta militer pada tahun 2021, yang menggulingkan pemerintah sipil yang terpilih dan menindak keras protes pro-demokrasi, junta militer yang berkuasa terus berusaha untuk melaksanakan pemilu yang mereka klaim akan berlangsung bebas dan adil.
Baca Juga: Anwar Ibrahim Tunjuk Thaksin Shinawatra sebagai Penasihat Pribadinya di ASEAN
Dalam pidatonya yang disampaikan pada perayaan Tahun Baru, Min Aung Hlaing, ketua State Administration Council (Dewan Administrasi Negara), menekankan komitmennya untuk menyelenggarakan pemilu yang demokratis, meskipun banyak kelompok oposisi yang mengecam proses ini sebagai pemilu palsu.
Isu Populasi dan Pengecualian Kelompok Rohingya
Hasil sensus 2024 menunjukkan bahwa populasi Myanmar menurun sedikit dalam dekade terakhir, meskipun begitu, angka ini tetap lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan dari Bank Dunia yang menyebutkan populasi Myanmar di angka 54,5 juta pada tahun 2024.
Meskipun demikian, sensus ini juga mengungkapkan bahwa kelompok Rohingya yang beragama Islam tidak termasuk dalam sensus, sebuah langkah yang kontroversial dan semakin memperburuk ketegangan etnis di negara tersebut.
Proses penghitungan ini melibatkan pencacahan sebanyak 32,2 juta orang, sementara 19,1 juta orang lainnya diperkirakan tinggal di daerah-daerah yang tidak dapat diakses karena masalah keamanan dan transportasi.
Untuk menghitung populasi di daerah-daerah yang tidak dapat dijangkau, pihak sensus menggunakan satellite imagery resolusi tinggi yang diperoleh dari penyedia komersial di negara-negara seperti Rusia, Tiongkok, India, dan beberapa negara Eropa.
Baca Juga: Mengejutkan! Putra Orang Terkaya Malaysia Tinggalkan Kerajaan Bisnis untuk Jadi Biksu
Tantangan Pemerintahan dan Ekonomi Myanmar
Sejak kudeta militer pada 2021, Myanmar telah menghadapi krisis yang mendalam. Pemerintah militer berjuang untuk mengendalikan negara dan mengelola ekonomi yang hancur. Myanmar yang sebelumnya dianggap sebagai pasar potensial yang berkembang, kini menghadapi keruntuhan ekonomi yang signifikan.
Militer terlibat dalam pertempuran melawan kelompok pemberontak di berbagai front, dan ketegangan semakin tinggi akibat kurangnya dukungan dari masyarakat internasional dan negara-negara tetangga.
Meskipun proses pemilu dilanjutkan, kritik terhadap eksklusi kelompok oposisi dan kurangnya transparansi tetap menjadi isu besar. Banyak pihak menilai bahwa pemilu ini tidak akan mencerminkan kehendak rakyat Myanmar, apalagi di tengah ketegangan politik yang kian mendalam.