Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - YANGON. Pemerintah Myanmar mengumumkan darurat militer untuk beberapa wilayah di Myanmar menyusul unjuk rasa yang menewaskan sedikitnya 39 orang pada Minggu (14/3). Dua wilayah yang mendapat darurat militer adalah Hlaingthaya dan Shwepyitha.
Rencananya, aktivis Myanmar akan melakukan unjuk rasa besar-besaran untuk melawan kudeta pada Senin (15/3). Menurut salah satu aktivis, Myat Thu, protes akan direncanakan di kota Mandalay.
Bentrokan pada hari Minggu, terjadi ketika pengunjuk rasa mulai membakar pabrik-pabrik yang didanai oleh China. Hal ini membuat pasukan militer mulai membubarkan massa dan berdampak bentrokan yang akhirnya menewaskan 22 pengunjuk rasa di pinggiran Hlaingthaya dan 17 orang lainnya meninggal di tempat lain.
Dilansir dari Reuters, penembakan dilakukan oleh pasukan keamanan ke arah pengunjuk rasa yang berada di pinggiran kota yang merupakan rumah bagi para migran. Salah satu jurnalis foto yang menjadi saksi mata mengatakan bahwa situasi yang terjadi sangat mencekam.
“Itu sangat mengerikan. Orang-orang ditembak di depan mata saya. Itu tidak akan pernah meninggalkan ingatan saya,” kata jurnalis foto tersebut seperti dikutip dari Reuters, Senin (15/3).
Baca Juga: Pabrik milik China dibakar, 39 orang tewas di Myanmar
Saksi mata lainnya, May Myat Noe mengatakan bahwa aksi kekerasan militer juga terjadi di wilayah Dagon Selatan. Ia bilang bahwa ada tiga korban jiwa dan puluhan orang luka-luka akibat kejadian tersebut.
“Mereka menggunakan senapan mesin dan terus menembaki orang-orang,” ujar May Myat Noe.
Melihat aksi unjuk rasa yang melibatkan warganya, Kedutaan Besar China turut buka suara. Pihak kedutaan mengungkapkan bahwa banyak staf China terluka dan terperangkap dalam serangan pembakaran pabrik garmen yang terjadi di Hlaingthaya.
Mereka mendesak otoritas Myanmar untuk menghentikan semua tindak kekerasan serta menghukum para pelakunya dan memastikan keselamatan jiwa, personel dan perusahaan China. Hanya saja, hingga saat ini belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab pada pembakaran pabrik tersebut.
“Kami sangat mendesak Myanmar untuk menghentikan kejahatan semacam ini, menghukum para pelakunya dan memberikan kompensasi kepada pabrik-pabrik China atas kerugian tersebut,” tulis editorial di Global Times yang diterbitkan surat kabar resmi Parta Komunis China, seperti dikutip dari Reuters.
Baca Juga: Kudeta militer Myanmar makan korban, Jepang mulai mempertimbangkan beri tanggapan
Sentimen anti-China memang meningkat sejak terjadinya kudeta militer yang terjadi di Myanmar. China dianggap mendukung junta militer yang telah mengambil kekuasaan di negara tersebut.
Kudeta militer yang terjadi sejak 1 Februari ini dipicu oleh tuduhan kecurangan yang dilakukan oleh Suu Kyi dalam pemilihan umum yang akhirnya ditolak oleh militer Myanmar.
Pada hari Senin (15/3), Suu Kyi yang ditahan sejak terjadi kudeta dijadwalkan untuk kembali ke pengadilan. Dia akan menghadapi empat dakwaan dengan salah satu dakwaan adalah penggunaan walkie talkie secara ilegal.