kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Stiglitz: Kebijakan Fed dan ECB akan memicu chaos


Rabu, 06 Oktober 2010 / 07:39 WIB
Stiglitz: Kebijakan Fed dan ECB akan memicu chaos


Reporter: Cipta Wahyana, Reuters | Editor: Cipta Wahyana

NEWYORK. Para bos bank sentral maupun pemimpin pemerintahan di seluruh dunia harus menyimak peringatan ini. Ekonom senior peraih nobel ekonomi Joseph Stiglitz menilai, langkah bank sentral AS (Fed) dan European Central Bank (ECB) yang mempertahakan kebijakan moneter superlonggar hanya akan mengantarkan pasar uang global mengalami chaos. Kebijakan itu juga tidak akan efektif menopang pemulihan ekonomi global.

"Langkah Fed yang menciptakan likuiditas dan berharap cara ini bisa memulihkan ekonomi adalah sebuah ironi. Alih-alih membantu ekonomi Amerika, kebijakan ini hanya akan menimbulkan chaos di banyak negara lain. Saya menilai, ini kebijakan yang aneh," ujar sang begawan ekonomi.

Saat ini, Amerika maupun Eropa memang tetap keukeuh mempertahankan kebijakan moneter longgar mereka lewat suku bunga yang rendah, bahkan nyaris 0%. Amerika juga agresif "mencetak" uang dengan membeli surat berharga di pasar finansial (quantitative easing).

Kebijakan Amerika itu telah membuat dollar AS melemah rata-rata 6,5% terhadap mata uang utama lain sejak September lalu. Nah, demi melihat AS masih terus mencetak uang, investor berlomba-lomba meninggalkan aset berbasis dollar. Sebab, kebijakan seperti itu pasti akan membuat dollar semakin melemah.

Para investor itu kemudian menubruk aset-aset di negara lain yang memiliki prospek lebih baik. Sasaran utama mereka adalah negara-negara berkembang (emerging market). Jepang juga tak luput dari aksi borong investor.

Yang terjadi berikutnya adalah: nilai tukar yen melonjak tinggi hingga mencapai rekor terhadap dollar AS. Mata uang negara berkembang, seperti Brazil dan Indonesia, juga terus menguat.

Lingkaran setan

Fenomena ini berubah menjadi lingkaran setan baru dan menimbulkan chaos di pasar uang ketika negara-negara yang menjadi sasaran investor global itu mulai bergerak menahan penguatan mata uang mereka. Alasannya klasik, yakni mata uang lokal yang terlalu kuat akan memukul ekspor mereka. Dan, jika ekspor anjlok, jelas, perekonomian mereka akan terganggu.

Inilah yang membuat Jepang rajin melakukan intervensi di pasar uang untuk menahan penguatan yen akhir-akhir ini. Persis seperti bank sentral AS, Jepang juga menyatakan akan membeli surat berharga senilai 5 triliun yen atau sekitar US$ 60 miliar dollar untuk memasok dana ke perekonomian mereka.

Yang terbaru, Senin lalu (4/10), Brazil juga melipatgandakan pajak untuk investor asing yang membeli surat berharga pemerintah. Di hari yang sama, Jepang juga menurunkan target suku bunga acuan mereka menjadi sekitar 0-0,1%. De javu, era bunga nol persen pun kembali ke Jepang.

Namun, menurut Stiglitz, stimulus moneter seperti itu tidak akan menolong ekonomi global. Sebab, problem utama ekonomi saat ini adalah permintaan (demand) yang lemah.

"Menurunkan suku bunga mungkin sedikit membantu, tapi itu tak akan mampu mengatasi masalah yang dihadapi Amerika dan Eropa. Kita butuh stimulus fiskal," imbuh Stiglitz. Stimulus fiskal adalah kebijakan bagi sektor riil yang memanfaatkan bujet pemerintah. Bentuknya bisa berupa stimulus proyek infrastruktur, stimulus pajak, dan kebijakan lain yang sejenis.




TERBARU

[X]
×