Reporter: Dyah Megasari, Bloomberg |
TOKYO. Target penyeimbangan defisit fiskal Jepang 2020 mungkin akan meleset. Utang Jepang masih akan tetap membubung meskipun pemerintah telah menggandakan pajak penjualan demi menggenjot pendapatan negara. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah setempat kesulitan menangani utang publik yang semakin bertambah.
Jepang menargetkan defisit utama sebesar 3,1% dari gross domestic product (GDP) tahun ini. Perkiraan itu didasarkan pada asumsi pertumbuhan negara Jepang sekitar 1% per tahun. Penyeimbangan neraca anggaran bisa dicapai hanya ketika pendapatan berhasil sama besar dengan pengeluaran setelah ada pengecualian beban utang yang berhubungan dengan layanan publik, di akhir Maret 2021.
Dewan Kabinet pemerintah Jepang mengklaim bahwa pengembangan fiskal lanjutan sangat diperlukan untuk memenuhi target tersebut. Sebelumnya, Perdana Menteri Jepang, Yoshihiko Noda, menghitung kenaikan pajak yang telah diterapkan masih belum mencukupi untuk mengatasi utang yang besarnya dua kali lipat dari output ekonomi tahunan.
Ini berarti rasio utang Jepang lebih tinggi dari negara-negara Eropa yang mengalami krisis. Bedanya, pemegang surat utang pemerintah Jepang adalah investor domestik. Bukan investor asing seperti Eropa. Jadi, dampak utang tersebut tidak terlalu sistemik.
Standard & Poor’s di November 2011 menilai, Jepang belum menunjukkan perkembangan apapun dalam mengatasi defisit negara. Secara tersirat, S&P bisa saja menurunkan peringkat utang Negeri Sakura tersebut.