Sumber: Reuters | Editor: Dessy Rosalina
TOKYO. Di tengah isu pengetatan stimulus The Fed, Jepang justru melakukan langkah berbeda. Shinzo Abe, Perdana Menteri (PM) Jepang, menyuntikkan stimulus sebesar ¥ 18,6 triliun. Paket stimulus yang setara dengan US$ 182 miliar ini resmi diumumkan pemerintahan Jepang pada Kamis (5/12).
Ini adalah senjata terbaru Abe mengatasi deflasi. Ancaman kontraksi ekonomi kembali menghampiri Jepang pasca Abe memutuskan untuk mengerek pajak pajak penjualan dari 5% menjadi 8% di April 2014. Pemerintahan Jepang menyebutkan, dana sebesar ¥ 5,5 triliun dari paket stimulus, dialokasikan khusus untuk menggairahkan ekonomi pasca pemberlakukan kenaikan pajak.
Hitungan Pemerintah Jepang, stimulus jumbo ini menambah 1% dari total produk domestik bruto (PDB). Paket stimulus juga diperkirakan menciptakan 250.000 lapangan pekerjaan baru.Yasutoshi Nishimura, Wakil Sekretaris Kabinet Jepang menyatakan, paket stimulus bakal efektif menolak Jepang terjerembab ke fase deflasi.
"Konsesus memprediksi, kenaikan pajak akan mengurangi PDB sebesar ¥ 2 triliun. Jadi, besaran stimulus ini pasti cukup untuk menangkal kontraksi ekonomi," ujar Nishimura. Sayang, pelaku pasar menanggapi dingin kebijakan anyar Abenomics. "Pelaku pasar berharap pemerintah mengatasi masalah energi," ujar Hiroshi Miyazaki, Ekonom Senior Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities.
Menurut Miyazaki, paket stimulus ini lebih didominasi agenda yang sudah lama dirancang. Misal, dana perbaikan gempa bumi pada tahun 2011 lalu. Hitungan Miyazaki, stimulus penolak kenaikan pajak juga hanya berdampak 0,4% terhadap PDB Jepang. Alasannya, alokasi dana stimulus kebanyakan diterima oleh lansia dan keluarga yang lebih memilih menyimpan uang daripada membelanjakan.
Selain stimulus penolak pajak dan gempa bumi. Paket stimulus juga mengalir untuk pembangunan infrastruktur menjelang Olimpiade tahun 2020. Abe terpaksa menaikkan pajak lantaran utang Jepang telah menembus ¥ 1.000 triliun atau 245% dari total PDB. Tumpukan utang diprediksi bakal menyebabkan krisis utang terbesar di tahun 2023 mendatang.