kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tren bank sentral menggunting suku bunga


Rabu, 03 Februari 2016 / 15:12 WIB
Tren bank sentral menggunting suku bunga


Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Hendra Gunawan

FRANKFURT. Beberapa pembuat kebijakan dan ekonom dunia meramal, suku bunga global akan cenderung turun sebelum kembali melonjak naik. Hal ini didorong oleh volatilitas pasar keuangan dan momok deflasi yang diperkirakan menimbulkan kekhawatiran baru bagi sejumlah bank sentral.

Kekacauan pasar China akibat devaluasi mata uang yuan dan harapan kenaikan suku bunga AS membuat banyak bank sentral mulai dari Eropa, Kanada, dan Australia berhasrat mempersiapkan kebijakan pelonggaran suku bunga.

Pertumbuhan pasar negara berkembang yang terhuyung-huyung telah memperburuk kekhawatiran sekaligus meningkatkan risiko bahwa kebijakan pelonggaran yang terlalu banyak akan membuat bank nasional menjadi lingkaran setan dalam devaluasi mata uang.

"Risiko terbesar bagi perekonomian dunia saat ini adalah kebijakan agresif devaluasi di China. Dengan ketidakpastian dan volatilitas yang tinggi, hal itu akan memiliki konsekuensi besar bagi semua negara," terang kepala bank sentral di Eropa yang enggan disebutkan namanya seperti dilansir Reuters, kemarin.

Bank sentral China telah berjuang untuk menjaga yuan agar stabil sejak 6 Januari 2016 silam. Saham China SSEC telah melorot lebih dari seperlima dari nilai mereka sejak awal tahun ini. Sementara, rekor baru dalam harga minyak jatuh ke level terendah sejak tahun 2003 silam.

Bank sentral Eropa merespons dengan menaikkan prospek penurunan suku bunga pada Maret nanti. Sedangkan bank sentral Inggris telah melihat potensi untuk mendaki dalam waktu dekat.

Pekan lalu, tanpa diduga-duga, Bank Jepang menurunkan suku bunganya ke wilayah negatif dan meninggalkan tarif nol untuk menghindari potensi kerusakan pada sistem keuangan mereka.

"Bank Jepang memberikan sinyal kuat bahwa suku bunga nol sudah tidak berlaku lagi" tutur George Saravelos, Strategis Deutsche Bank.

Pasar uang sekarang melihat bunga deposito ECB turun ke 0,5% dari 0,3% ECB JAM. Sedangkan, Bank sentral Jepang mengatakan ada ruang kebijakan untuk pelonggaran apabila diperlukan.

Bank sentral Australia, Bank sentral Kanada dan Swedia Riksbank juga menyoroti risiko serupa dan menjaga kemungkinan agenda kebijakan pelonggaran.

Bank sentral Amerika Serikat telah menjadi pengecualian dengan menaikkan suku bunganya pada Desember 2016 untuk pertama kalinya sejak tahun 2006 silam. Namun, itu pun diperkirakan akan menunda kenaikan lebih lanjut.

"Sulit untuk menilai implikasi dari volatilitas ini. Jika perkembangan ini menyebabkan pengetatan terus-menerus dari kondisi keuangan, mereka dapat melihat sinyal perlambatan ekonomi global yang bisa mempengaruhi pertumbuhan dan inflasi di Amerika Serikat," terang Stanley Fischer, imbuh Wakil Ketua bank sentral AS.

Sementara itu, John Williams, Direktur Bank Sentral Amerika San Fransisco menyarankan agar kenaikan suku bunga berikutnya perlu ditunda.

Bagi bank-bank sentral, permasalahannya, kebijakan suku bunga nol persen belum teruji. Bahkan, rawan, karena tarif negatif meningkatkan risiko stabilitas keuangan perbankan, profitabilitas yang goyah dan penggelembungan aset.

"Pukulan bagi depresiasi mata uang atau yen atau euro relatif kecil. Konsekuensinya, jika nilai tukar sebagai alat kebijakan moneter tidak berhasil seperti yang diiklankan," imbuh Steve Englander dan Josh O'Byrne, Ekonom Citi.

Kebijakan ini juga tidak memecahkan masalah mendasar dari utang yang tinggi yang menahan pertumbuhan dan inflasi.




TERBARU

[X]
×