Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Thailand kembali terpukul setelah Uni Eropa mempertahankan 'kartu kuning' mereka pada industri perikanan negara gajah putih itu. Thailand dinilai masih melakukan praktik eksploitasi dan perikanan lepas pantai yang tidak sesuai regulasi.
Mengutip pemberitaan Nikkei, delegasi Uni Eropa baru-baru ini melakukan kunjungan ke Thailand dan menemukan masih adanya kekurangan dalam sistem administrasi dan hukum terkait kejadian illegal, unreported, unregulated (IUU) Fishing.
"Kami tidak dapat menghentikan tindakan apa pun, positif atau negatif, tentang status kartu kuning Thailand," kata diplomat tersebut sesuai dikutip dari Nikkei, Jumat (18/5).
Asal tahu, Uni Eropa pertama kali mengangkat isu tersebut pada April 2015 dimana mereka mengancam bakal melarang seluruh impor Thailand bila masih terjadi IUU.
Adapun pemerintah Thailand telah berupaya untuk memantau semua kapal pukat Thailand dan asing melalui sistem pelacakan "port-in-port-out".
Melalui sistem ini angkatan laut melakukan pengawasan pada ribuan kapal pukat yang terdaftar di pelabuhan di 22 provinsi. Namun dari estimasi 30.000 kapal trawler yang telah berkerjasama, telah memenuhi syarat UE.
Menurut laporan lokal dan internasional, rata-rata tangkapan trawl di sepanjang pantai Thailand turun menjadi 17,8 kg ikan per jam pada tahun 2010 dibandingkan dengan 300 kg per jam pada tahun 1961.
Eropa saat ini menyerap 12% dari 1,8 juta ton ekspor seafood Thailand setiap tahun. Namun Amerika Serikat dan Jepang tetap menjadi pembeli terbesar makanan laut Thailand, yang menghasilkan hampir $ 7 miliar secara total pada tahun 2016 alias hampir 4% dari seluruh ekspor Thailand.
Namun setelah Uni Eropa mengeluarkan kartu kuningnya, impor turun menjadi 426 juta euro pada 2016 dari 476 juta euro pada 2015.