Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BEIJING. Setelah terus mengalami penguatan selama beberapa bulan, kini, yuan yang merupakan mata uang China mengalami pelemahan terbesar dalam satu minggu terhadap dolar. Berdasarkan data dari China Foreign Exchange Trade System, pada pukul 10.55 waktu Shanghai, nilai mata uang yuan turun 0,21% menjadi 6,8401 per dolar.
Penurunan tersebut disebabkan beredarnya rumor dan spekulasi bahwa upaya pemerintah China dalam meningkatkan jumlah ekspor dan mencegah perlambatan perekonomian mulai mengendur.
Kemarin, The People’s Bank of China memang berjanji untuk menekan laju inflasi dan mewujudkan kestabilan pertumbuhan ekonomi. Sebelumnya, China juga sudah melakukan berbagai upaya untuk agar perekonomiannya tidak melambat. Salah satunya, dengan tetap menahan nilai yuan sejak akhir Juli lalu, seiring adanya tekanan pada sektor industri pada Bulan Agustus lalu.
Tapi tekanan-tekanan tersebut merupakan pertanda bahwa negara dengan perekonomian ke empat terbesar itu sedang melambat. “Ketidakpastian dalam perekonomian semakin meningkat setelah penyelenggaraan olimpiade berakhir. Bank sentral kemungkinan besar akan menahan nilai yuan stabil untuk sementara waktu sehingga memberikan kepastian bagi para eksportir,” kata Liu Dongliang, analis China Merchants Bank Co.
Sementara itu, Menteri Keuangan Jerman Peer Steinbrueck pada pertemuan dengan Wakil Perdana Menteri China Li Keqiang di Beijing, meminta agar China membuat kebijakan agar mata uang yuan menguat atas mata uang euro. “Isi perbincangan masih tetap sama bahwa nilai tukar mata uang harus mengikuti perekonomian fundamental. Tapi dalam kasus nilai tukar euro dan yuan, itu tidaklah sama,” ujar Steinbrueck ketika ditanyakan komentarnya tentang detail pertemuan tersebut.
Catatan saja, dalam setahun belakangan, mata uang China menguat 3,4% atas euro dan menguat 2,5% terhadap mata uang yen. Bahkan, yuan menguat 10,3% versus mata uang dolar.