Sumber: BBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Pada Minggu (3/9) kemarin, ketenangan di kota kecil Yanji, China, terusik. Tanah tempat warga berpijak, bergoyang. Wilayah China yang penduduknya berbahasa Korea ini memang berbatasan dengan Korea Utara (Korut).
Tak lama setelah kejadian, para blogger langsung mem-posting sejumlah foto dan video di media sosial yang menggambarkan getaran yang dialami warga di kawasan ini.
Yang mereka tidak ketahui adalah gempa bumi tersebut bukan kejadian alami, melainkan buatan.
Tak jauh dari sana, pemerintah di Pyongyang langsung mengumumkan suksesnya ujicoba bom hidrogen.
Waktu pelaksanaan ujicoba ini bak tamparan keras ke wajah Beijing.
Padahal, selang beberapa jam setelah dilakukan ujicoba nuklir bawah tanah, Presiden China Xi Jinping dijadwalkan untuk mengeluarkan pernyataan sebagai kepala negara yang menjadi tuan rumah pertemuan BRICS. China akan menerima delegasi dari Brazil, Rusia, India, dan Afrika Utara ke Xiamen.
Hal ini cukup jelas bahwa Korut tidak mempertimbangkan waktu pelaksanaan ujicoba nuklir mereka dan memilih hari yang sama di mana China menjadi tuan rumah pertemuan diplomatik utama dunia. Korut juga tampak tidak khawatir kalau-kalau aksinya itu akan menyinggung China.
Dan, lebih jauh lagi, ujicoba senjata ini "secara kebetulan" sekarang mulai meningkat ketika berhadapan dengan Xi Jinping.
Sebelumnya pada Maret, sesaat sebelum pimpinan China bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson di Beijing, Korut mengumumkan kesuksesan ujicoba mesin roket tipe terbaru mereka.
Kemudian pada Mei, Presiden Xi tengah bersiap untuk membuka forum 'The One Belt One Road'. Puluhan pimpinan negara telah bertandang ke ibukota China untuk mendiskusikan perkembangan ekonomi dan infrastruktur transportasi di seputar inisiatif kebijakan luar negeri China yang menonjol.
Tak lama setelah itu, wuuusssssss!!
Korut kembali melakukan ujicoba rudal untuk mencuri perhatian bahkan sebelum pertemuan itu sempat berlangsung.
Nah, ujicoba bom hidrogen menjelang pertemuan BRICS sangatlah luar biasa. Xi Jinping tampak tidak senang dengan kejadian ini.
Sebaliknya, warga Korut akan sangat marah dengan tingkah sekutu Perang Dingin mereka. China tidak hanya mendukung sanksi terhadap mereka di Dewan Keamanan PBB. Sebagai mitra dagang utama rezim yang terisolasi, China juga menjadi pelaksana utama atas pemberlakuan sanksi ini, dengan mengembalikan kembali pengiriman batubara dan sejenisnya.
Langkah China
Di luar semua itu, para pengamat juga mengetahui bahwa jika memang China menginginkannya, Beijing dapat memberikan hukuman ekonomi kepada Korut. Menjelang datangnya musim dingin, China dapat membekukan suplai minyak dan gas.
Kemudian, ada juga perbankan.
Korut diyakini melakukan bisnis pencucian uang melalui lembaga keuangan China. Berbagai bisnis terdepan telah didirikan untuk memfasilitasi aliran uang dan produk masuk dan keluar Korut dengan bantuan badan-badan ini. Pemerintah China pasti mengetahui hal ini dan mereka dapat menarik dukungannya besok jika mereka menginginkannya.
Namun mereka tidak melakukan apapun karena satu alasan.
Pemerintah China tidak menyukai instabilitas regional yang diciptakan oleh pengujian nuklir negara tetangga mereka. Beijing juga mencemaskan hal yang lebih besar lagi yang mungkin terjadi.
China cemas, dengan jatuhnya rezim Kim Jong Un di Pyongyang, hal itu akan memicu bersatunya warga di Semenanjung Korea yang didominasi oleh Selatan. Hal ini dapat mendorong tentara militer AS berada di perbatasan dalam jarak dekat dari Yanji.
Menteri Lingkungan Hidup China juga telah mengumumkan bahwa mereka telah memulai pengujian radiasi darurat di kawasan perbatasan. Ketidaksenangan China akan memuncak jika ternyata wilayah mereka terkontaminasi.
Langkah apa lagi yang akan dilakukan China selanjutnya? Kita tunggu saja.