Sumber: Reuters | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Amerika Serikat memasok 2 juta dosis hydroxychloroquine ke Brasil untuk melawan virus corona, meski ada peringatan medis tentang risiko terkait obat anti malaria itu.
Mengutip Reuters, Minggu (31/5), Gedung Putih mengeluarkan pengumuman bersama tentang obat tersebut, hanya beberapa hari setelah WHO menunda pengujian obat ini kepada pasien Covid-19 karena masalah keamanan.
Presiden AS Donald Trump pada pertengahan Mei lalu mengatakan bahwa ia menggunakan rejimen hydroxychloroquine sebagai tindakan pencegahan, meskipun Badan Pengawas Obat dan Makanan AS telah mengeluarkan peringatan tentang penggunaannya untuk virus corona.
Baca Juga: Brasil Catat Lonjakan Kasus COVID19 Tertinggi, Ratusan Penumpang Terdampar di Bandara
Presiden Brasil Jair Bolsonaro baru-baru ini mengatakan menyimpan sekotak obat itu seandainya ibunya yang berusia 93 tahun membutuhkannya.
"Orang-orang Amerika dan Brasil berdiri dalam solidaritas dalam perang melawan virus corona," kata pernyataan itu.
"Kami mengumumkan bahwa Pemerintah Amerika Serikat telah mengirimkan dua juta dosis hydroxychloroquine (HCQ) kepada orang-orang Brasil."
“HCQ akan digunakan sebagai profilaksis untuk membantu membela perawat, dokter, dan profesional kesehatan Brasil terhadap virus. Ini juga akan digunakan sebagai terapi untuk mengobati orang Brasil yang terinfeksi, ”katanya.
"Kedua negara juga akan melakukan upaya penelitian bersama yang akan mencakup uji klinis terkontrol acak," kata pernyataan itu dan menambahkan bahwa Amerika Serikat akan segera mengirim 1.000 ventilator ke Brasil.
Baca Juga: Corona di AS: Capai 100.000, angka kematian melampaui korban tiga perang Amerika
Menurut data Kementerian Kesehatan, Brasil melaporkan rekor 33.274 kasus baru dari virus corona pada hari Sabtu, dan jumlah kematiannya melampaui Prancis dan sekarang hanya berada di bawah Amerika Serikat, Inggris, dan Italia.
Permintaan obat hydroxychloroquine yang telah berusia puluhan tahun melonjak karena Trump berulang kali mempromosikan penggunaannya terhadap virus corona meskipun kurangnya bukti ilmiah.
