Sumber: The Guardian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada pekan lalu, serangan yang mengerikan menimpa komunitas Rohingya yang sedang berusaha melarikan diri dari kekerasan di Myanmar.
Serangan ini mencakup penggunaan artileri dan drone yang menargetkan warga sipil saat mereka mencoba menyeberangi Sungai Naf menuju Bangladesh.
Kejadian ini menimbulkan banyak korban jiwa dan luka-luka yang parah.
Pada hari Senin lalu, warga sipil Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan di kota Maungdaw, negara bagian Rakhine, Myanmar, menjadi sasaran serangan. Mereka berusaha menyeberangi Sungai Naf menuju Bangladesh ketika serangan mulai dilancarkan.
Beberapa video yang dibagikan di media sosial menunjukkan tubuh-tubuh dan tas yang berserakan di tanah, memperlihatkan betapa tragisnya situasi yang terjadi.
Baca Juga: Bombardir Gereja, Militer Myanmar Dituding Lakukan Kejahatan Perang
Menurut Nay San Lwin, salah satu pendiri Free Rohingya Coalition, para korban berasal dari berbagai desa seperti Maung Ni, Myoma Taung, dan Myoma Kayin Dan. Serangan drone mulai dilancarkan sekitar pukul 5 sore pada hari yang sama.
Nay San Lwin mengungkapkan bahwa beberapa lusin bom drone dijatuhkan, dan diperkirakan lebih dari 200 orang tewas dan sekitar 300 lainnya terluka. Banyak korban tidak dapat dievakuasi karena situasi yang kacau dan orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri.
Kronologi dan Dampak Serangan
Survivor yang diwawancarai mengungkapkan bahwa mereka percaya lebih dari 200 orang tewas akibat serangan tersebut. Seorang saksi yang berbicara kepada Associated Press mengatakan bahwa sekitar 150 orang tewas dan banyak lainnya terluka.
Arakan Army, sebuah kelompok bersenjata yang berupaya menggulingkan junta Myanmar, diklaim telah merebut sebagian besar wilayah negara bagian Rakhine dari militer dalam beberapa bulan terakhir.
Milisi dan militer Myanmar saling menyalahkan atas serangan ini, sementara aktivis percaya bahwa Arakan Army bertanggung jawab. Aktivis juga mengklaim bahwa kelompok tersebut telah menargetkan Rohingya dengan pembunuhan, pembakaran desa, dan perekrutan paksa pria muda.
Di sisi lain, militer Myanmar juga telah lama dituduh melakukan kekejaman terhadap warga sipil dan saat ini menghadapi kasus genosida di Pengadilan Internasional di Den Haag.
Reaksi dan Kesaksian Korban
Rahim, seorang saksi serangan yang meminta nama aslinya tidak disebutkan, melaporkan bahwa drone-drone tersebut terbang dari desa yang dikuasai Arakan Army dan terus-menerus menyerang warga sipil.
Keluarganya berhasil melarikan diri ke Bangladesh, tetapi banyak orang masih terjebak dan tidak bisa mendapatkan bantuan. Rahim menyaksikan bagaimana beberapa orang yang masih hidup terpaksa menunggu bantuan yang tidak kunjung datang karena semua orang berusaha menyelamatkan diri.
Beberapa korban yang melarikan diri menggunakan perahu terpaksa menghadapi tragedi lebih lanjut. Rahim menyebutkan bahwa salah satu temannya yang mencoba melarikan diri dengan perahu malah tenggelam dan menyebabkan kematian lima anak kecil.
Baca Juga: Kelompok Pro-Demokrasi Myanmar Melancarkan Serangan Drone ke Markas Militer
Situasi ini menggambarkan betapa kritisnya keadaan bagi komunitas Rohingya yang sedang berjuang untuk bertahan hidup.
Médecins Sans Frontières (MSF) melaporkan bahwa hingga 10 Agustus, staf mereka di Cox’s Bazar, Bangladesh, telah merawat 50 pasien yang melarikan diri dari Myanmar, termasuk 18 anak-anak. Banyak pasien mengalami luka akibat bom mortir dan tembakan.
Jumlah kedatangan pasien memuncak pada 6 Agustus, dengan 21 orang yang dirawat. MSF mengungkapkan bahwa pasien-pasien melaporkan situasi yang sangat kritis di negara bagian Rakhine, dengan banyak yang melihat orang-orang dibombardir saat berusaha mencari perahu untuk menyeberang ke Bangladesh.