Sumber: South China Morning Post | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Di saat sebagian besar negara masih dalam cengkeraman pandemi Covid-19, para diplomat China sedang berjuang keras untuk menangkis kritik terhadap penanganan awal negara mereka terhadap krisis dan mengulang kembali narasi tentang asal-usul coronavirus yang mematikan.
Di berbagai belahan dunia, para kritikus dan penentang Beijing melipatgandakan upaya mereka ketika tanggung jawab maupun mencari kambing hitam penyebaran corona di negara mereka masing-masing.
Baca Juga: Sebagian besar toko tutup, Adidas perkirakan penjualan turun 40%
Dilansir dari South China Morning Post, dalam beberapa minggu terakhir, sederet duta besar China terlibat perang kata-kata dengan pemerintah di negara mereka ditugaskan.
Tetapi alih-alih mengadopsi pendekatan tradisional dalam mengelola ketegangan melalui protokol diplomatik, sejumlah pengamat menilai banyak dari diplomat menunjukkan pendekatan yang lebih keras kepala.
Situasi di Afrika misalnya memanas atas informasi perlakuan rasis orang Afrika di kota Guangzhou, China selatan dalam menangani wabah corona.
Ketegangan juga terjadi dengan pemerintah dari Jerman, Prancis, Inggris, Australia, dan Kanada yang bergabung dengan Amerika Serikat dalam menekan Beijing untuk transparansi soal penutupan informasi awal soal corona.
Baca Juga: Semua pasien virus corona di Wuhan kini telah dipulangkan
Pekan lalu, kedutaan besar Tiongkok di Berlin bersitegang secara terbuka dengan surat kabar Jerman Bild menuntut lebih dari US$ 160 miliar sebagai kompensasi dari China karena kegagalannya untuk mengandung virus corona di negaranya.
Pada saat yang sama, misi diplomatik Beijing di Australia dan Kanada menuduh politisi lokal dan media mengikuti propaganda AS, setelah mereka juga menyerukan reparasi besar-besaran dan penyelidikan independen soal pandemi ini.
"Propaganda dan diplomasi Cina yang agresif akan memusuhi negara-negara lain yang akan meninjau kebijakan China mereka setelah krisis Covid-19 berakhir, dan beberapa akan mundur dari proses globalisasi yang telah banyak menguntungkan Cina," kata Steve Tsang, direktur SOAS China Institute di London.
Baca Juga: Walau Vietnam berhasil tangani corona, nasib F1 GP di sana belum jelas
"Ini tentu saja akan merugikan kepentingan Tiongkok dan warga Tiongkok, karena mereka telah menjadi penerima manfaat terbesar globalisasi," ungkapnya.