Sumber: Bloomberg | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas. Dalam jangka panjang, efek negatif dari aksi Donald Trump terhadap China diprediksi bakal menjadi boomerang pada upayanya maju kembali dalam pemilihan presiden tahun 2020.
Seperti diberitakan Bloomberg, kenaikan tarif impor terhadap produk asal China dari 10% menjadi 25% akan memiliki konsekuensi jangka pendek yang signifikan bagi industri ritel dan sejumlah sektor bisnis AS lainnya yang bergantung pada impor dari Tiongkok.
Namun dalam jangka panjang, langkah tersebut justru akan membuat Trump memasang taruhan yang lebih tinggi pada ekonomi dan politik negaranya.
Pasalnya kenaikan tarif akan membuat harga pada smartphone, laptop dan barang-barang konsumen lainnya ikut melambung. Ditambah lagi adanya kemungkinan aksi pembalasan dari China. Tak pelak, beberapa ekonom memperkirakan hal ini dapat membawa ekonomi AS ke dalam lubang resesi pada tahun 2020, alias tahun politik di negeri Paman Sam.
Dengan risiko yang besar tersebut, sejumlah analis percaya bahwa kedua belah pihak pada akhirnya akan mencapai kesepakatan perdagangan.
"Kedua pihak punya kepentingan untuk terus berdiskusi. Saya rasa tidak ada alasan bagi Amerika untuk membuang semua kemajuan yang dicapai selama empat atau lima bulan terakhir," kata Clete Willems, mantan Direktur Ekonomi Internasional di Dewan Ekonomi Nasional Trump.
Meski begitu, menyegel kesepakatan dagang di antara kedua negara bukanlah hal yang mudah. Kecuali jika AS dan China bisa memaksakan kompromi atas sejumlah poin seperti dampak perang dagang atas kemerosotan ekonomi.
"Pertanyaannya, bisakah orang China kembali dan datang dengan penawaran yang cukup bagi Trump? Saya pikir itu akan sulit bagi China untuk melakukan itu dalam menghadapi sikap Trump yang makin keras," Ely Ratner, analis hubungan China yang sempat bertugas dalam pemerintahan Presiden Barack Obama.