Reporter: Dharmesta | Editor: Catur Ari
Kecintaannya pada dunia elektronik dan akustik membawa Amar Bose Gopal pada bisnis audio. Kekecewaannya terhadap produk audio Hi-Fi makin menguatkan niatnya berbisnis. Sebagai dosen elektro di MIT, Bose memiliki banyak kesempatan untuk mengadakan penelitian. Dari penelitian dan eksperimen bertahun-tahun, ia akhirnya mendapat hak paten dan mampu memproduksi speaker yang menjadi standar dunia selama 25 tahun.
Kegemaran akan dunia elektronik membawa Amar Bose Gopal ke Institute of Technology (MIT). Ini juga sesuai dengan keinginannya melakukan penelitian terhadap elektronik.
Setelah meraih gelar doktor pada bidang elektro, Bose lantas menjajaki karier sebagai dosen di MIT. Dia mengajar mata kuliah teori jaringan. Tak seperti dosen-dosen lain, ia tidak menggunakan buku teks kala mengajar. Dia akan membuang seluruh buku teks dan menghadapkan para mahasiswanya pada sembilan papan tulis.
Untuk memacu pikiran mahasiswa, Bose menyuruh mahasiswanya menanyakan pertanyaan-pertanyaan sulit. Dari pertanyaan-pertanyaan itu, dia akan memberi penjelasan, termasuk mencari solusi memecahkan masalah. Dia juga menghapuskan waktu ujian dengan memperbolehkan setiap mahasiswa membuka buku.
Dari caranya itu, kelas Bose sangat populer hingga ke fakultas matematika dan biologi. Mahasiswa menamakan kelas Bose sebagai kelas "kehidupan 101".
Dari kecil, Bose tidak pernah bercita-cita menjadi pengusaha. Pergaulan di MIT-lah yang membuatnya memiliki jiwa entrepreneur. Dosen-dosen MIT terkenal mempunyai jiwa wirausaha yang tinggi. Dari pergaulan ini, Bose berkeinginan kembali untuk menjadi pengusaha, seperti yang pernah ia lakukan saat masih muda dengan bengkel radio.
Keinginan itu bertambah kuat ketika di tahun 1956, ia membeli satu set audio high fidelity (Hi-Fi). Saat itu, Bose berfikir bahwa perangkat audio yang baru dia beli memberi kualitas suara terbaik. Apalagi spesifikasi yang ditawarkan sudah sangat mumpuni. Namun ketika sampai di rumah dan menyalakannya, "Saya langsung mematikannya dalam lima menit, suaranya sangat buruk," katanya.
Dari pengalaman itu, Bose mencoba merakit perangkat audio yang mampu memberikan kualitas suara seperti saat mendengarkan konser di gedung-gedung.
Walau kemudian pindah untuk mengajar di India, dengan beasiswa dari Fulbright, Bose tak pernah lupa mempelajari akustik untuk menciptakan perangkat audio terbaik.
Kembali dari India, dia terus mengadakan eksperimen bekerja sama dengan Orkes Simfoni Boston selama bertahun-tahun. Eksperimen dilakukan untuk mengukur bagaimana suara sampai di telinga penonton. Ia lalu membawa hasil pengukuran ke MIT untuk diteliti.
Bose menyimpulkan, hanya sekitar 2% suara yang diserap dari setiap pantulan. Saat itu, orang hanya mendesain speaker yang memancarkan suara lurus ke depan. Dengan temuan itu, Bose mendapatkan hak paten dalam design speaker.
Karena tidak mempunyai cukup dana untuk mendirikan perusahaan, Bose harus menyakinkan investor agar mau menanamkan uang mereka. Salah satu investor yang berhasil dia yakinkan adalah Y.W. Lee.
Lee adalah profesor dan penasihat tesis Bose. Dia mau mempertaruhkan tabungan seumur hidupnya untuk bisnis Bose. Dengan modal kepercayaan, pada tahun 1964 Bose Coorporation resmi berdiri.
Produk pertamanya adalah Bose's 901 direct/reflecting speaker. Itu adalah speaker pertama di dunia yang menggunakan ruangan sekeliling, bukan mereproduksi suara seperti di ruang vakum. Bose's 901 menjadi standar industri selama 25 tahun.
Bose juga mengembangkan Auditioner, perangkat audio untuk memperhitungkan spesifikasi ruangan. Auditioner menjadi keunggulan marketing Bose, karena calon pembeli dapat mengetahui kualitas suara di gedung mereka sebelum sistem audio dipasang.
(Bersambung)