kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Analis: China makin berbahaya, perang dikhawatirkan pecah di Laut China Selatan


Senin, 05 April 2021 / 10:25 WIB
Analis: China makin berbahaya, perang dikhawatirkan pecah di Laut China Selatan
ILUSTRASI. Seorang analis terkemuka Asia mengatakan, Beijing menggunakan kebijakan paksaan dan tekanan yang "berbahaya" untuk menegaskan kontrolnya atas Laut China Selatan. McLearnon/Handout via REUTERS.


Sumber: Express.co.uk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Seorang analis terkemuka Asia mengatakan, Beijing menggunakan kebijakan paksaan dan tekanan yang "berbahaya" untuk menegaskan kontrolnya atas Laut China Selatan. Kondisi ini dikhawatirkan akan membuat situasi di wilayah tersebut semakin memanas.

Melansir Express.co.id, China telah lama mengklaim kedaulatan atas perairan yang disengketakan, dengan mengatakan bahwa seluruh jalur air hingga pantai Filipina, Malaysia, dan Taiwan adalah miliknya. 

Klaim Beijing didasarkan pada garis sembilan-putus berbentuk U yang terukir di peta pada tahun 1940-an oleh seorang ahli geografi Tiongkok. Pada 2016, pengadilan arbitrase internasional menolak klaim teritorial China.

Terlepas dari keputusan itu, China dalam beberapa tahun terakhir telah membangun pulau-pulau buatan di perairan yang diklaim oleh Vietnam, Filipina, dan Malaysia serta mengirimkan unit militer ke wilayah tersebut.

Baca Juga: Menhan Filipina: China ingin menduduki lebih banyak wilayah Laut China Selatan

Saat ini, Beijing menerapkan taktik lain untuk memperkuat kehadirannya di wilayah tersebut dan menegaskan kontrolnya.

Pemerintah China selama beberapa minggu terakhir telah mengirim ratusan kapal penangkap ikan untuk menekan tetangganya.

"Beijing dengan jelas berpikir bahwa jika mereka menggunakan cukup paksaan dan tekanan dalam jangka waktu yang cukup lama, hal itu akan menekan negara-negara Asia Tenggara. Ini berbahaya," jelas Greg Poling, Direktur Asia Maritime Transparency Initiative, mengatakan kepada New York Times seperti yang dikutip Express.co.uk.

Baca Juga: Menhan Amerika telepon Prabowo Subianto, bahas Laut China Selatan

Pada akhir Maret, 245 kapal Tiongkok serta empat kapal perang terlihat di perairan dekat Spratly, sebuah kepulauan dengan lebih dari 100 pulau yang terletak di antara Filipina dan Vietnam.

Analis dari Satuan Tugas Nasional untuk Laut Filipina Barat membantah pernyataan Beijing bahwa kapal itu merupakan milik nelayan yang ingin meningkatkan hasil tangkapan mereka.

Mereka mengatakan bahwa kapal-kapal itu adalah bagian dari milisi maritim China, kekuatan sipil yang seolah-olah dikerahkan oleh Beijing untuk mengimplementasikan tujuan strategisnya di Laut China Selatan.

Baca Juga: Filipina temukan bangunan ilegal di Union Bank Laut China Selatan, milik China?

Meskipun diyakini tidak bersenjata, kapal-kapal tersebut sebagian besar diawaki oleh pasukan cadangan yang beroperasi di bawah perintah Penjaga Pantai dan Tentara Pembebasan Rakyat.

Kehadiran mereka dikhawatirkan untuk mengintimidasi nelayan lokal dan mengusir mereka dari daerah tersebut.

Baca Juga: Respons tantangan di Laut China Selatan, AS dan Filipina mempererat koordinasi

"Dengan menempatkan mereka di sana, dan menyebarkannya ke seluruh hamparan air di sekitar terumbu karang yang ditempati orang lain, atau di sekitar ladang minyak dan gas atau daerah penangkapan ikan, mereka terus mendorong orang Filipina dan Vietnam keluar. Jika Anda seorang nelayan Filipina, Anda selalu dilecehkan oleh orang-orang ini," jelas Poling.

"Pada titik tertentu Anda menyerah begitu saja dan berhenti memancing di sana,” tambahnya.

Selanjutnya: China kirim kapal milisi maritim, Duterte berjanji untuk melindungi wilayah negaranya




TERBARU

[X]
×