kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.977   -130,64   -1,84%
  • KOMPAS100 1.042   -22,22   -2,09%
  • LQ45 818   -15,50   -1,86%
  • ISSI 213   -3,84   -1,77%
  • IDX30 417   -9,14   -2,14%
  • IDXHIDIV20 504   -9,85   -1,92%
  • IDX80 119   -2,45   -2,02%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,59   -1,83%

Ancaman Malaysia: Kami Bisa Hentikan Ekspor Minyak Sawit ke Uni Eropa


Jumat, 13 Januari 2023 / 08:18 WIB
Ancaman Malaysia: Kami Bisa Hentikan Ekspor Minyak Sawit ke Uni Eropa
ILUSTRASI. Malaysia mengatakan pihaknya dapat menghentikan ekspor minyak sawit ke Uni Eropa. REUTERS/Lim Huey Teng


Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - KUALA LUMPUR. Pada Kamis (12/1/2023), Pemerintah Malaysia mengatakan pihaknya dapat menghentikan ekspor minyak sawit ke Uni Eropa. Langkah ini diambil sebagai tanggapan atas undang-undang baru Uni Eropa yang bertujuan melindungi hutan dengan mengatur penjualan produk secara ketat.

Reuters memberitakan, Menteri Komoditas Malaysia Fadillah Yusof mengatakan, Malaysia dan Indonesia akan membahas undang-undang yang melarang penjualan minyak kelapa sawit dan komoditas lain yang terkait dengan deforestasi, kecuali importir dapat menunjukkan bahwa produksi barang spesifik mereka tidak merusak hutan.

Uni Eropa adalah importir utama minyak sawit. Undang-undang tersebut, yang disepakati pada bulan Desember, telah menimbulkan protes dari Indonesia dan Malaysia, yang merupakan produsen utama kelapa sawit.

"Jika kita perlu melibatkan para ahli dari luar negeri untuk melawan langkah apa pun yang dilakukan UE, kita harus melakukannya," kata Fadillah kepada wartawan di sela-sela seminar, Kamis.

Dia menambahkan, "Atau pilihannya adalah kita hanya menghentikan ekspor ke Eropa, hanya fokus pada negara lain jika mereka (UE) mempersulit kita untuk mengekspor ke mereka."

Baca Juga: Kredit Bank Mandiri ke Sektor CPO Tumbuh 3,4% Per November 2022

Aktivis lingkungan menyalahkan industri kelapa sawit atas maraknya pembukaan hutan Asia Tenggara, meskipun Indonesia dan Malaysia telah membuat standar sertifikasi keberlanjutan wajib untuk semua perkebunan.

Fadillah, yang juga wakil perdana menteri Malaysia, mendesak anggota Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) untuk bekerja sama menentang undang-undang baru tersebut dan memerangi "tuduhan tak berdasar" yang dibuat oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat tentang keberlanjutan minyak sawit.

CPOPC, yang dipimpin oleh Indonesia dan Malaysia, sebelumnya menuduh Uni Eropa secara tidak adil menargetkan minyak sawit.

Menanggapi Fadillah, duta besar Uni Eropa untuk Malaysia mengatakan tidak melarang impor minyak sawit dari negara tersebut dan membantah bahwa undang-undang deforestasi menciptakan hambatan ekspor Malaysia.

Baca Juga: Permintaan Ekspor Masih Oke, Bankir Tancap Gas Penyaluran Kredit ke Industri CPO

"(Hukum) berlaku sama untuk komoditas yang diproduksi di negara mana pun, termasuk negara anggota Uni Eropa, dan bertujuan untuk memastikan bahwa produksi komoditas tidak mendorong deforestasi dan degradasi hutan lebih lanjut," jelas Duta Besar Uni Eropa Michalis Rokas kepada Reuters.

Rokas menambahkan, dia berharap dapat bertemu dengan Fadillah untuk meredakan kekhawatiran Malaysia.

Permintaan Uni Eropa untuk minyak sawit diperkirakan akan menurun secara signifikan selama 10 tahun ke depan bahkan sebelum undang-undang baru disetujui. 

Pada tahun 2018, arahan energi terbarukan Uni Eropa mengharuskan penghapusan bahan bakar transportasi berbasis kelapa sawit secara bertahap pada tahun 2030 karena dianggap terkait dengan deforestasi.

Indonesia dan Malaysia telah meluncurkan kasus terpisah dengan WTO, mengatakan langkah terkait bahan bakar adalah kebijakan diskriminatif dan merupakan hambatan dalam perdagangan.

Menurut data Dewan Minyak Sawit Malaysia, Uni Eropa adalah konsumen minyak sawit terbesar ketiga di dunia. Kawasan ini menyumbang 9,4% dari ekspor minyak sawit dari Malaysia, mengambil 1,47 juta ton pada tahun 2022, turun 10,5% dari tahun sebelumnya.

Sebelumnya diberitakan, Indonesia dan Malaysia, sepakat untuk bekerja sama memerangi diskriminasi terhadap komoditas CPO. Kesepakatan tersebut diambil setelah pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Istana Kepresidenan Bogor.

Melansir Reuters, pernyataan Jokowi tersebut disampaikan setelah pertemuan dengan Anwar Ibrahim, yang melakukan perjalanan luar negeri pertamanya sejak terpilih November lalu.

Jokowi mengatakan, kedua negara akan memerangi diskriminasi terhadap minyak kelapa sawit dan memperkuat kerja sama melalui Dewan Negara Penghasil Minyak Kelapa Sawit untuk mengatasi masalah tersebut.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×