Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak dunia melonjak lebih dari tiga persen pada Senin pagi (12/5/2025) waktu Asia, menyusul kabar bahwa Amerika Serikat dan China sepakat untuk melonggarkan sebagian tarif perdagangan.
Langkah ini memicu optimisme pasar terhadap kemungkinan meredanya ketegangan dagang antara dua negara dengan konsumsi minyak mentah terbesar di dunia.
Harga minyak mentah Brent tercatat naik sebesar US$ 2,11 atau 3,3% menjadi US$ 64,14 per barel pada pukul 07.14 waktu setempat.
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga meningkat US$ 2,12 atau 3,47% ke posisi US$ 63,14 per barel dibandingkan penutupan akhir pekan lalu.
Baca Juga: AS dan China Sepakat Turunkan Tarif Impor 90 Hari ke Depan, Begini Respons Pasar
Kedua negara mengumumkan rencana untuk menangguhkan tarif tambahan sebesar 24% terhadap sejumlah barang selama 90 hari sebagai hasil pembicaraan yang berlangsung di Jenewa pada akhir pekan.
Pernyataan bersama ini menjadi sinyal positif bagi pelaku pasar yang selama ini khawatir dengan dampak perlambatan perdagangan terhadap permintaan energi global.
Pada perdagangan sebelumnya hari Jumat, harga minyak telah naik lebih dari satu dolar AS dan mencatatkan kenaikan mingguan pertama sejak pertengahan April. Hal ini dipicu oleh kesepakatan perdagangan antara AS dan Inggris yang memberikan harapan akan meredanya dampak negatif tarif terhadap ekonomi global.
Baca Juga: Harga Minyak Anjlok Lebih dari 6%, Imbas Tarif Trump dan Peningkatan Pasokan OPEC+
AS dan Tiongkok menyelesaikan perundingan mereka dengan nada optimistis pada Minggu. Pejabat AS menyebut telah tercapai sebuah "kesepakatan" untuk mengurangi defisit perdagangan, sementara pejabat China menyatakan adanya "konsensus penting" yang dicapai bersama.
Perbaikan hubungan dagang antara kedua negara ini dipandang dapat mendongkrak permintaan minyak global yang sebelumnya tertahan akibat pemberlakuan tarif tinggi secara timbal balik.
Meski demikian, analis dari Fujitomi Securities, Toshitaka Tazawa, menyebut bahwa rencana peningkatan produksi minyak oleh OPEC dan sekutunya, atau OPEC+, dapat menahan laju kenaikan harga.
Organisasi tersebut diketahui berencana mempercepat kenaikan produksi pada bulan Mei dan Juni, yang dikhawatirkan akan meningkatkan pasokan di pasar.
Namun, hasil survei Reuters menunjukkan bahwa produksi OPEC justru mengalami sedikit penurunan pada bulan April.
Baca Juga: Harga Minyak Naik Hampir 2% Akibat Sanksi Baru terhadap Iran & Penguatan Pasar Saham
Sementara itu, perundingan antara Iran dan AS terkait program nuklir Teheran kembali digelar di Oman pada Minggu. Meski belum membuahkan hasil konkret, kedua pihak berencana melanjutkan negosiasi. Iran tetap bersikeras melanjutkan program pengayaan uraniumnya.
Kemajuan dalam perjanjian nuklir ini berpotensi mengurangi kekhawatiran pasar atas ancaman penurunan pasokan minyak global dari kawasan Timur Tengah, sehingga turut memberi tekanan pada harga minyak.
Di sisi lain, data dari Baker Hughes menunjukkan bahwa jumlah rig minyak dan gas alam aktif di AS turun ke level terendah sejak Januari. Hal ini dapat menjadi faktor penyeimbang bagi pasar di tengah ketidakpastian pasokan dan permintaan global.