Sumber: South China Morning Post | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Ketegangan antara Amerika Serikat dan China tak cuma soal perang dagang. Persaingan antara kedua negara juga merembet ke urusan militer.
Dilansir dari South China Morning Post, Laporan dari organisasi yang berbasis di Belanda, Pax, menyerukan larangan pre-emptive pada pengembangan mesin perang yang menggunakan kecerdasan buatan yang dikembangkan kedua negara.
“Perlombaan senjata dengan kecerdasan buatan akan membuat kondisi yang tidak stabil dan meningkatkan kemungkinan konflik. Hal tersebut akan memiliki dampak ekonomi, politik dan sosial yang negatif, ” tulis laporan itu.
Dikatakan dalam laporan tersebut, pengembangan senjata otonom yang mematikan dan dirancang untuk mempersingkat waktu reaksi dan membuat serangan lebih tepat sasaran telah membatasi proses pengambilan keputusan terkait penggunaan kekuatan dan meningkatkan risiko korban secara massal.
Kekuatan militer terkemuka dunia telah banyak berinvestasi dalam kecerdasan buatan dan berusaha mengembangkan senjata otonom seperti drone atau kapal selam, yang dapat mendeteksi target dan menyerang secara otomatis.
Laporan tersebut mencatat bahwa Amerika Serikat menjadikan kecerdasan buatan sebagai prioritas pengembangan dan mendirikan Joint Artificial Intelligence Center pada tahun lalu untuk mengawasi pengembangan teknologi oleh agen pertahanannya.
Sementara itu China telah mendirikan dua organisasi penelitian besar yang berfokus pada kecerdasan buatan dan sistem tak berawak untuk bersaing dengan AS.
Namun selain kedua negara tersebut, Rusia juga masuk ke dalam daftar negara yang serius mengembangkan senjata dengan kecerdasan buatan. Laporan tersebut mencatat bahwa Rusia telah menyusun peta jalan untuk mengembangkan teknologi senjata berbasis kecerdasan buatan.
Daan Kayser, pemimpin proyek senjata otonom Pax mendesak masyarakat internasional untuk tetap berpegang pada aturan internasional yang jelas yang mengatur penggunaan senjata otonom yang mematikan.
“Kami sedang melihat dalam waktu dekat senjata yang diaktifkan oleh kecerdasan buatan akan mengambil alih peran manusia. Tanpa aturan internasional yang jelas, kita dapat memasuki era di mana algoritma, memutuskan hidup dan mati," kata Kayser.
Frank Slijper, salah satu penulis laporan ini juga menyerukan kerjasama internasional dan transparansi dalam menghadapi berkembangnya penggunaan kecerdasan buatan dalam persenjataan. "Transparansi akan membawa keamanan dan membantu mencegah perlombaan senjata ini di luar batas," kata Slijper.