Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, Dendi Siswanto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Di Bangladesh, harga beras halus naik 9% bulan lalu karena banjir dan cuaca buruk di beberapa bagian negara itu mempengaruhi hasil panen.
Pemerintah telah memberikan izin kepada 95 perusahaan makanan untuk mengimpor 409.000 ton beras pada pertengahan Agustus untuk menurunkan harga.
Bea masuk beras antara 22 Juni dan 31 Oktober akan dipotong dari 62,5% menjadi 25,75%.
Pakistan
Di Pakistan, inflasi yang diukur dengan indeks harga konsumen naik menjadi 21,3% bulan lalu, tertinggi dalam lebih dari 13 tahun.
Bahan bakar motor, hidrokarbon cair dan biaya listrik mengalami peningkatan besar dari tahun ke tahun, dengan harga bahan bakar motor naik setidaknya 95%.
Harga bahan bakar naik lebih lanjut Kamis lalu, dengan pemerintah memberlakukan retribusi minyak untuk mengurangi defisit fiskal.
Dipediksi, bank sentral Pakistan akan memberlakukan kebijakan kenaikan suku bunga untuk menangkal inflasi.
Bank Negara Pakistan telah menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 400 basis poin tahun ini.
Baca Juga: Inflasi Juni 2022 Capai 4,35%, Didorong Kenaikan Harga Cabai Rawit dan Bawang Merah
Bagaimana dengan Indonesia?
Melansir Kontan.co.id, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan bahwa inflasi Indonesia pada Juni 2022 yang tercatat 4,35% masih tergolong moderat ketimbang negara lain.
Meskipun inflasi pada bulan Juni 2022 ini merupakan yang tertinggi sejak Juni 2017, yang mana pada waktu itu berada di level 4,37% year on year (yoy).
"Dibandingkan dengan banyak negara di dunia, inflasi Indonesia masih tergolong moderat. Laju inflasi di AS dan Uni Eropa terus mencatatkan rekor baru dalam 40 tahun terakhir, masing-masing mencapai 8,6% dan 8,8%," ujar Febrio dalam keterangan resminya, Sabtu (2/7).
Demikian juga di sejumlah negara berkembang, seperti Argentina dan Turki dengan laju inflasi masing-masing mencapai 73,5%.
Febrio mengatakan, melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah berhasil meredam tingginya tekanan inflasi global, sehingga daya beli masyarakat serta momentum pemulihan ekonomi nasional masih tetap dapat dijaga.
Meskipun demikian, ia menyebut, pemerintah akan terus memantau dan memitigasi berbagai faktor yang akan berpengaruh pada inflasi nasional, baik yang berasal dari eksternal maupun domestik.
"Inflasi Juni mengalami peningkatan yang terutama disebabkan oleh kenaikan harga pangan bergejolak (volatile food) yang signifikan mencapai 10,07% secara year on year (Mei 6,05%," katanya.
Peningkatan harga komoditas pangan meliputi cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah akibat curah hujan tinggi di wilayah sentra sehingga menimbulkan gagal panen dan terganggunya distribusi.
Di sisi lain, harga minyak goreng mulai turun seiring melandainya harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Menurutnya, perkembangan harga pangan akibat risiko cuaca dan tekanan harga perlu diwaspadai karena resktriksi eksppr di beberapa negara produsen pangan.
"Pangan sangat penting bagi masyarakat sehingga Pemerintah akan terus mengantisipasi dan memitigasi risiko dari kenaikan harga kelompok pangan bergejolak melalui berbagai kebijakan untuk menjamin kecukupan pasokan dan keterjangkauan harga pangan bagi masyarakat," tambahnya.
Dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga komoditas pangan, pemerintah secara konsisten berupaya menjaga agar peran APBN sebagai shock absorber dapat berfungsi optimal untuk mengendalikan inflasi, menjaga daya beli masyarakat serta menjaga agar pemulihan ekonomi semakin menguat.