Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - SYDNEY. Pemerintah Australia mengeluarkan langkah terbaru untuk mengawasi perusahaan raksasa teknologi. Dengan aturan itu, regulator media di Negara Kanguru bisa memaksa perusahaan internet membuka data internalnya untuk melihat bagaimana perusahan itu menangani misinformasi dan disinformasi.
Otoritas Komunikasi dan Media Australia (The Autralian Communication and Media Autority/ACMA) juga akan menerapkan kode industri internet pada platform yang tidak koperatif. Hal ini merupakan bagian dari langkah Autralia untuk bergabung dengan pemerintah di seluruh dunia yang sedang berjuang mengurangi penyebaran berita bohong yang berbahaya secara online.
Rencana penyusunan undang-undang untuk mengawasi perusahaan internet ini merupakan tindak lanjut pemerintah atas laporan ACMA yang menemukan bahwa empat perlima dari orang dewasa Autralia telah mendapat kesalahan informasi terkait Covid-19.
Sebanyak 76% berpikir bahwa paltform online harus melakukan langkah lebih untuk mengurangi peredaran konten palsu dan menyesatkan yang dibagikan secara online.
Baca Juga: Bank Sentral Rusia Melonggarkan Pembatasan Terkait Konflik Ukraina Sementara Waktu
Langkah Australia ini sejalan dengan upaya negara di Eropa yang mulai membatasi konten online yang merusak yang akan berlaku mulai akhir 2022. Bahkan, Uni Eropa menginginkan tindakan yang lebih keras untuk menghentikan disinformasi mengingat beberapa klaim yang dilakukan media milik negara Rusia selama invansi ke Ukraina.
Tindakan keras itu juga terjadi ketika Perdana Menteri Australia Scott Morrison menghadapi apa yang diperkirakan akan menjadi pemilihan federal yang ketat bulan depan. Pasalnya koalisi konservatif yang dipimpin Partai Liberal saat ini tertinggal dari oposisi utama Partai Buruh dalam jajak pendapat.
"Platform digital harus bertanggung jawab atas apa yang ada di situs mereka dan mengambil tindakan ketika konten berbahaya atau menyesatkan muncul," kata Menteri Komunikasi Paul Fletcher dalam sebuah pernyataan dikutip Bloomberg, Senin (21/3).
Laporan ACMA menyebutkan, orang Australia kemungkinan besar akan melihat informasi yang salah pada layanan yang lebih besar seperti Facebook dan Twitter. Narasi palsu biasanya dimulai dengan postingan yang sangat emosional dan menarik dalam kelompok konspirasi online kecil, serta diperkuat oleh influencer internasional, tokoh masyarakat lokal, dan liputan di media.
Laporan itu juga mencatat disinformasi juga melibatkan penyebaran informasi palsu secara sengaja untuk mempengaruhi politik atau menabur perselisihan yang terus menargetkan warga Australia. Facebook telah menghapus empat kampanye disinformasi di Australia dari 2019 hingga 2020.
Baca Juga: Australia Melarang Ekspor Alumina ke Rusia
Menurut laporan tersebut, kelompok konspirasi sering mendesak orang untuk bergabung dengan platform yang lebih kecil dengan kebijakan moderasi yang lebih longgar, seperti Telegram.
"Jika platform tersebut menolak pedoman konten yang ditetapkan industri mereka dapat menghadirkan risiko yang lebih tinggi bagi komunitas Australia", kata ACMA.
DIGI, sebuah badan industri Australia yang mewakili Facebook, Google, Twitter, dan situs video TikTok, mengatakan pihaknya mendukung rekomendasi tersebut. Badan ini telah menyiapkan sistem untuk memproses keluhan tentang informasi yang salah.