kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.978.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.435   -56,00   -0,34%
  • IDX 7.736   -94,43   -1,21%
  • KOMPAS100 1.079   -10,72   -0,98%
  • LQ45 789   -8,41   -1,06%
  • ISSI 262   -2,74   -1,04%
  • IDX30 409   -4,48   -1,08%
  • IDXHIDIV20 475   -5,51   -1,15%
  • IDX80 119   -1,13   -0,94%
  • IDXV30 129   -0,75   -0,58%
  • IDXQ30 132   -1,48   -1,11%

Bank Dunia Desak Aksi Baru Hadapi Ancaman Ekonomi dari Polusi


Senin, 01 September 2025 / 23:33 WIB
Bank Dunia Desak Aksi Baru Hadapi Ancaman Ekonomi dari Polusi
Matahari terbenam di cakrawala ibu kota saat suhu hangat, angin, dan emisi berpadu memicu peringatan ‘tinggi’ untuk polusi udara, di London, Inggris, 13 Juni 2023. REUTERS/Dylan Martinez.


Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - LONDON. Bank Dunia memperingatkan bahwa degradasi lahan, pencemaran udara, dan tekanan terhadap sumber daya air kini menjadi ancaman langsung bagi perekonomian global.

Pemanfaatan sumber daya alam yang lebih efisien disebut dapat memangkas tingkat polusi hingga setengahnya.

Axel van Trotsenburg, Senior Managing Director Bank Dunia, menegaskan kerusakan lingkungan berdampak paling parah bagi negara berpenghasilan rendah yang juga rentan terhadap kemiskinan, perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati. 

Ia menyebut sekitar 80% masyarakat di negara-negara tersebut terpapar ketiga risiko sekaligus.

Baca Juga: Bank Dunia Beri Pinjaman Investasi Rp 34,65 Triliun ke Indonesia, Ini Peruntukannya

“Komitmen kami adalah mengakhiri kemiskinan di planet yang layak huni. Titik. Kami tidak akan goyah dari hal itu,” ujar van Trotsenburg saat merilis laporan terbaru Bank Dunia pada Senin.

Laporan itu menyoroti Burundi, di mana 8 juta orang menghadapi risiko air dan polusi udara, sementara 7 juta lainnya terdampak degradasi lahan. 

Di Malawi, sebanyak 12 juta orang terpapar ketiga ancaman tersebut. Secara global, 90% populasi dunia menghadapi setidaknya satu dari tiga masalah ini. 

Karena itu, laporan tersebut mendorong negara-negara untuk mengalihkan subsidi yang saat ini justru digunakan bagi aktivitas yang merusak lingkungan.

Peringatan ini muncul di tengah situasi politik yang penuh perdebatan menjelang Konferensi Iklim COP30 di Brasil pada November mendatang. 

Bank Dunia bersama lembaga multilateral lain juga menunggu hasil kajian pemerintah Amerika Serikat atas operasi mereka, yang diperintahkan Presiden Donald Trump pada Februari.

Baca Juga: Bank Dunia Beri Pinjaman Investasi Rp 34,65 Triliun ke RI untuk Biayai 2 Proyek Besar

Van Trotsenburg menegaskan Bank Dunia akan menyajikan bukti berbasis data untuk memperkuat diskusi di antara negara anggotanya mengenai kerusakan lingkungan.

Laporan tersebut memperkirakan hutan berperan dalam pembentukan sekitar setengah awan hujan di dunia. Namun, deforestasi di kawasan Amazon yang mencakup sembilan negara telah mengurangi curah hujan dengan kerugian ekonomi mencapai US$ 14 miliar per tahun. 

Selain itu, hilangnya kemampuan bentang alam menyimpan dan melepaskan kelembapan memperparah dampak kekeringan, yang menyebabkan kerugian sebesar US$ 379 miliar atau 8% dari total output ekonomi pertanian global.

Richard Damania, Kepala Ekonom Pembangunan Berkelanjutan Bank Dunia sekaligus penulis laporan, menegaskan dampak ekologis bukanlah ancaman jangka panjang semata, melainkan telah menimbulkan kerugian ekonomi nyata saat ini.

Baca Juga: Bank Dunia Sebut 60% Penduduk Indonesia Masih Miskin, Ini Kata Ekonom

“Kita sering mendengar pandangan bahwa negara harus tumbuh dulu, lalu mencemari, baru kemudian membersihkan. Bukti ini menunjukkan anggapan itu jelas keliru,” ujar Damania. 

Selanjutnya: Intip Saham yang Banyak Ditadah Asing Saat IHSG Merosot di Awal Pekan, Senin (1/9)

Menarik Dibaca: KAI Pastikan KA Jarak Jauh dan Commuter Line Tetap Beroperasi Norma




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

[X]
×