kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.284.000   34.000   1,51%
  • USD/IDR 16.595   -40,00   -0,24%
  • IDX 8.169   29,39   0,36%
  • KOMPAS100 1.115   -0,85   -0,08%
  • LQ45 785   2,96   0,38%
  • ISSI 288   0,88   0,31%
  • IDX30 412   1,48   0,36%
  • IDXHIDIV20 463   -0,53   -0,11%
  • IDX80 123   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 129   -0,13   -0,10%

Bank Dunia: Tarif Tinggi AS Akan Tekan Pertumbuhan Ekonomi Asia Selatan pada 2026


Selasa, 07 Oktober 2025 / 16:05 WIB
Bank Dunia: Tarif Tinggi AS Akan Tekan Pertumbuhan Ekonomi Asia Selatan pada 2026
ILUSTRASI. Bank Dunia memperingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan akan melambat tajam pada tahun 2026. REUTERS/Kim Kyung-Hoon/File Photo


Sumber: Reuters | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Dunia memperingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan akan melambat tajam pada tahun 2026 akibat meningkatnya tarif impor Amerika Serikat terhadap barang-barang ekspor asal India.

Dalam laporan terbarunya yang dirilis Selasa (7/10), Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia Selatan akan turun menjadi 5,8% pada 2026, dibandingkan proyeksi 6,6% untuk 2025. Proyeksi tersebut mencakup negara-negara seperti India, Bangladesh, Sri Lanka, Nepal, Bhutan, dan Maladewa.

“Untuk tahun 2026, proyeksi pertumbuhan telah direvisi turun karena efek stimulus mulai mereda dan India menghadapi tarif ekspor ke Amerika Serikat yang lebih tinggi dari perkiraan,” tulis Bank Dunia dalam laporannya.

Baca Juga: Bank Dunia Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 Jadi 4,8%

India Masih Tumbuh Kuat Tahun Ini

Meski outlook 2026 melemah, Bank Dunia justru menaikkan proyeksi pertumbuhan India untuk tahun fiskal berjalan — yang berakhir Maret 2026 — menjadi 6,5%, naik dari estimasi sebelumnya 6,3%. Namun, untuk tahun fiskal berikutnya, proyeksi pertumbuhan India dipangkas menjadi 6,3% dari 6,5%.

Kinerja ekonomi India tahun ini masih ditopang oleh belanja besar pemerintah, terutama untuk proyek infrastruktur dan stimulus fiskal yang dirancang guna menjaga momentum pertumbuhan di tengah tekanan eksternal.

Dampak Tarif 50% dari AS

Penurunan proyeksi ekonomi ini tak lepas dari kebijakan Presiden AS Donald Trump, yang memberlakukan tarif impor sebesar 50% untuk sebagian besar ekspor India ke Amerika Serikat — salah satu tarif tertinggi yang diterapkan terhadap mitra dagang AS mana pun.

Kebijakan tersebut berdampak pada sekitar US$50 miliar nilai ekspor India ke AS, terutama di sektor-sektor padat karya seperti tekstil, perhiasan dan batu permata, serta industri udang.

Baca Juga: Bank Dunia Kerek Proyeksi Ekonomi China Menjadi 4,8% di 2025

Langkah ini menjadi pukulan bagi ekspor India yang selama ini sangat bergantung pada pasar Amerika Serikat, di tengah upaya pemerintah New Delhi untuk meningkatkan daya saing manufaktur nasional.

Respons Pemerintah Modi: Pemotongan Pajak Besar-Besaran

Untuk mengimbangi dampak negatif tarif tersebut, Perdana Menteri Narendra Modi meluncurkan pemangkasan pajak besar-besaran pada bulan lalu, mencakup berbagai barang mulai dari shampo hingga mobil.

Kebijakan ini disebut sebagai reformasi pajak terbesar sejak 2017, dengan tujuan menstimulasi konsumsi domestik dan mendukung sektor industri yang terpukul oleh penurunan ekspor.

Selain itu, pemerintah India tetap menggencarkan investasi infrastruktur berskala besar, seperti pembangunan jaringan transportasi dan energi, guna menciptakan lapangan kerja baru dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi jangka menengah.

Selanjutnya: Pemerintah Teken PP 39/2025, Koperasi Bisa Kelola Tambang Mineral dan Batubara

Menarik Dibaca: 8 Jenis Minuman yang Bisa Menurunkan Risiko Kanker Menurut Ahli




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×