Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Biden tetap menentang, bertekad untuk mempertahankan garis pertahanan terhadap eskalasi apa pun yang menurutnya dapat menyeret AS dan anggota NATO lainnya ke dalam konflik langsung dengan Rusia yang bersenjata nuklir.
Berita tentang keputusan Biden menyusul pertemuan selama dua hari terakhir dengan para pemimpin Korea Selatan, Jepang, dan Tiongkok. Penambahan pasukan Korea Utara menjadi inti pembicaraan, yang berlangsung di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik di Peru.
Biden tidak menyebutkan keputusan tersebut selama pidatonya saat singgah di hutan Amazon di Brasil dalam perjalanannya menuju KTT G20.
Ketika ditanya tentang keputusan tersebut, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dalam konferensi pers bahwa posisi badan tersebut adalah "untuk menghindari memburuknya perang di Ukraina secara permanen".
"Kami menginginkan perdamaian, kami menginginkan perdamaian yang adil," kata Guterres pada hari Minggu sebelum KTT di Rio de Janeiro. Dia tidak menjelaskan lebih lanjut.
Rudal jarak jauh tersebut kemungkinan akan digunakan sebagai respons terhadap keputusan Korea Utara untuk mendukung invasi Putin ke Ukraina, menurut salah satu orang yang mengetahui perkembangan tersebut.
Baca Juga: China Menang Banyak di Rusia, Salah Satunya di Sektor ini
Pergeseran sikap Amerika kemungkinan akan berdampak lebih luas dan menyebabkan sekutu Eropa meninjau kembali pendirian mereka.
Mengutip AFP, Prancis dan Inggris telah menyediakan rudal jarak jauh mereka yang masing-masing dikenal sebagai Storm Shadow dan SCALP kepada Ukraina. Akan tetapi, mereka menahan diri untuk tidak mengizinkan penggunaannya di dalam wilayah Rusia tanpa persetujuan Amerika untuk ATACMS.
Selama pertemuan dengan pemimpin Prancis Emmanuel Macron pada hari Senin, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer membahas cara menempatkan Ukraina pada posisi sekuat mungkin menjelang musim dingin.
Tonton: 3 Alasan Mengapa Ekonomi Rusia Bisa Bertahan Tanpa Krisis hingga 5 Tahun Lagi