Sumber: Cointelegraph | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Bitcoin (BTC) kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, pada Jumat (11/7) BTC menembus angka US$118.790 untuk pertama kalinya, melampaui rekor sebelumnya di kisaran $112.000.
Lonjakan harga ini dipicu oleh meningkatnya permintaan investor global terhadap aset berisiko dan likuidasi posisi short senilai lebih dari US$200 juta.
Kenaikan sebesar 5,95% dalam sepekan terakhir turut mendorong kapitalisasi pasar kripto global menembus angka US$3,47 triliun (sekitar Rp 56.144 triliun), level tertinggi sejak Juni 2025. Meski begitu, total nilai pasar ini masih berada di bawah rekor US$3,73 triliun yang tercatat pada Desember 2024.
Pemicu Kenaikan: Dari Likuidasi Short hingga Ketegangan Geopolitik
Lonjakan Bitcoin dipicu oleh tekanan beli di atas level resistance kunci, yang memicu likuidasi posisi short BTC senilai US$200 juta. Menurut analis dari bursa Bitfinex, aksi jual dari para trader dengan leverage tinggi telah "di-reset", menciptakan fondasi yang lebih sehat untuk reli lanjutan.
Baca Juga: Daftar Pemilik Bitcoin Terbesar di Dunia Tahun 2025: Bursa, Korporasi, hingga Negara
“Konvergensi antara akumulasi on-chain dan aliran pesanan di bursa menunjukkan bahwa reli ini didorong oleh aliran modal riil, bukan spekulasi sesaat,” ungkap analis Bitfinex kepada Cointelegraph.
Mereka menambahkan, dominasi pembeli spot harus tetap bertahan agar sentimen positif ini bisa berlanjut dalam beberapa minggu ke depan.
Status Safe Haven Semakin Kuat
Penelitian dari Sygnum Bank menyebutkan bahwa reli Bitcoin sejak pengumuman Hari Pembebasan oleh Presiden Donald Trump pada 2 April juga menunjukkan peningkatan status Bitcoin sebagai aset safe haven.
Trump sebelumnya mengumumkan tarif baru hingga 40% terhadap Malaysia, Kazakhstan, Afrika Selatan, Myanmar, dan Laos, sementara tarif untuk Jepang dinaikkan menjadi 25%, berlaku mulai 1 Agustus.
Menurut Katalin Tischhauser, Kepala Riset Sygnum Bank, Bitcoin mulai menunjukkan pola berbeda dari pasar saham, terutama saat indeks S&P 500 terkoreksi.
“Bitcoin tampil lebih unggul dan semakin tidak berkorelasi pada hari-hari ketika S&P 500 mengalami tekanan. Ini menegaskan statusnya sebagai pelindung nilai terhadap pelemahan mata uang fiat,” ujarnya.
Baca Juga: 14 Tahun Tak Aktif, Dompet Bitcoin Ini Tiba-Tiba Kirim 10.000 BTC Senilai Rp 17 T
Tischhauser juga menyoroti peran kebijakan pro-Bitcoin di AS, termasuk disahkannya undang-undang cadangan Bitcoin oleh negara bagian pertama, menyusul pendirian cadangan federal berdasarkan perintah eksekutif.
Penurunan Cadangan BTC Jadi Sinyal Bullish
Data dari Glassnode menunjukkan bahwa cadangan Bitcoin di seluruh bursa mengalami penurunan signifikan, dari 3,11 juta BTC pada 13 Maret menjadi hanya 2,99 juta BTC pada 21 Mei. Penurunan ini menandakan bahwa semakin banyak investor memilih menyimpan BTC dalam jangka panjang, yang berpotensi menyebabkan rally akibat kelangkaan pasokan.