Sumber: DW.com | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - DW. Jerman kekurangan perawat, pekerja kesehatan, pekerja konstruksi, ahli mebel, listrik dan dan spesialis IT. Kalangan bisnis Jerman sejak lama mendesak pemerintah agar membuka lapangan kerja untuk tenaga kerja asing, yang selama ini sangat teregulasi. Pemerintah Jerman kini merampungkan RUU Imigrasi yang fokus pada perekrutan tenaga kerja asing yang sangat dibutuhkan.
Asosiasi Kamar Dagang dan Industri Jerman DIHK mengatakan, 60 persen perusahaan mengeluh mereka kekurangan karyawan. Stefan Herdege dari DIHK menyatakan, kekurangan ini bahkan akan mengancam pertumbuhan ekonomi.
Harian Süddeutsche Zeitung hari Selasa (20/11) menerbitkan beberapa bocoran dari RUU Imigrasi yang baru, yang sedianya akan dibahas dan disetujui parlemen tahun ini juga.
Menghapus hambatan utama
RUU Imigrasi yang baru akan menghapus salah satu hambatan utama bagi tenaga kerja asing. Menurut aturan yang berlaku saat ini, tenaga kerja asing dari luar Uni Eropa hanya dapat direkrut untuk satu jenis pekerjaan, jika tidak ada warga negara Jerman atau warga Uni Eropa yang mampu melakukannya. Artinya, pekerja Jerman atau Uni Eropa harus diutamakan oleh perusahaan dalam perekrutan. Aturan ini tidak ada lagi dalam RUU Imigrasi yang baru.
RUU Imigrasi yang baru juga menghapus batasan sektor-sektor yang boleh dimasuki tenaga kerja asing. Hingga saat ini, tenaga kerja asing hanya bisa melamar ke bidang kerja yang memang sedang kekurangan pekerja. Dengan aturan yang baru, batasan itu tidak ada lagi. Artinya, siapa pun yang memiliki kualifikasi yang diakui, dan mendapat kontrak kerja, bisa datang dan bekerja di Jerman.
RUU Imigrasi yang baru akan memberi kemungkinan bagi tenaga kerja terampil untuk datang ke Jerman selama 6 bulan dan mencari pekerjaan, atau mencoba bekerja mandiri. Syaratnya, mereka harus mampu menghidupi diri sendiri dan dapat berbicara bahasa Jerman.
Hambatan birokrasi dan visa
Selama ini, hambatan terbesar bagi mereka yang ingin bekerja di Jerman adalah mendapatkan visa kerja. Kalangan pengamat mengatakan, selama ini orang dari india atau AS yang ingin bekerja di sektor IT di Jerman harus menunggu berbulan-bulan sampai bisa mendapat visa di Kedutaan Jerman di negaranya.
Bettina Offer, seorang pengacara yang sering membantu perusahaan-perusahaan besar merekrut karyawan di luar negeri, mengatakan bahwa birokrasi sering bekerja sangat lambat atau malah menghambat.
"Bahkan jika ada undang-undang baru, jika kita tidak mendapatkan birokrasi baru, kita tidak akan bisa memroses lebih banyak orang lagi," katanya.
Para ahli tenaga kerja juga mengatakan, di kalangan pejabat Jerman sendiri masih ada antipati mendasar terhadap pekerja migran.
"Klien kami adalah perusahaan besar, bukan perusahaan kecil yang ingin menyelundupkan orang," keluhnya. Selain itu, sering ada perbedaan dalam penafsiran undang-undang yang rumit - dan kadang-kadang pejabat tidak mengetahui perubahan hukum terbaru, kata Bettina Offer.
Thomas Gross, profesor hukum imigrasi di Universitas Osnabrück juga mengeritik sikap politik itu. "Undang-undang untuk warga negara asing selama puluhan tahun didasarkan pada premis bahwa imigrasi pada dasarnya tidak diinginkan di Jerman," tandasnya. Namun dia mengakui, bahwa sekarang beberapa hal "bergerak ke arah yang benar."