kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45916,64   -18,87   -2.02%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bukan Resesi, Moody's Sebut Bakal Terjadi Slowcession di 2023, Apa Pengertiannya?


Kamis, 05 Januari 2023 / 05:24 WIB
Bukan Resesi, Moody's Sebut Bakal Terjadi Slowcession di 2023, Apa Pengertiannya?
ILUSTRASI. Moody's Analytics memperingatkan bahwa AS dapat menghadapi apa yang disebutnya slowcession di 2023. REUTERS/Mike Segar


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Dalam laporan terbarunya, Moody's Analytics memperingatkan bahwa AS dapat menghadapi apa yang disebutnya "slowcession" di 2023. Akan tetapi Moody's mempertahankan pendapatnya bahwa ekonomi kemungkinan besar akan mampu menghindari resesi atau penurunan besar-besaran.

Apa maksud ekonomi AS bakal menghadapi slowcession?

Mengutip Business Insider, slowcession merupakan sebuah skenario di mana pertumbuhan ekonomi hampir terhenti tetapi tidak pernah berbalik arah. Istilah tersebut diciptakan oleh Moody's.

"Dalam hampir semua skenario, ekonomi akan mengalami tahun 2023 yang sulit," kata kepala ekonom Moody's Mark Zandi dalam laporan Januari. 

Dia menambahkan, “Tapi inflasi cepat moderat, dan fundamental ekonomi sehat. Dengan sedikit keberuntungan dan beberapa kebijakan yang cukup cekatan oleh The Fed, ekonomi bisa menghindari penurunan langsung.”

Melansir The Hill, kekhawatiran akan resesi yang semakin meningkat telah menyebar sepanjang tahun lalu. Pemicunya adalah meroketnya tingkat inflasi dan Federal Reserve menaikkan suku bunga dalam upaya untuk mengendalikan kenaikan harga.

Baca Juga: Ekonom Melihat Ada Potensi Perlambatan Ekonomi 2023, Ini Faktornya

Namun, Zandi memperingatkan bahwa pesimisme resesi seperti itu bisa terwujud dengan sendirinya.

“Resesi pada akhirnya adalah hilangnya kepercayaan — hilangnya kepercayaan konsumen bahwa mereka akan mempertahankan pekerjaan mereka, menyebabkan mereka membatasi pengeluaran mereka, dan hilangnya kepercayaan oleh bisnis bahwa mereka akan dapat menjual apa yang mereka hasilkan, menyebabkan terjadinya PHK karyawan. Lingkaran setan inilah yang menyebabkan terjadinya resesi," paparnya panjang lebar.

Terlepas dari kekhawatiran resesi, ada indikator positif dalam beberapa bulan terakhir, karena inflasi terus melambat setelah mencapai level tertinggi 40 tahun tahun lalu. Tingkat inflasi tahunan untuk bulan November mencapai 7,1%, turun dari 7,7% di bulan Oktober.

Meskipun angka itu masih jauh lebih tinggi dari biasanya, prospek yang membaik memungkinkan Federal Reserve untuk membatasi kenaikan suku bunga menjadi 0,5 poin bulan lalu, setelah empat kali kenaikan berturut-turut sebesar 0,75 poin.

Baca Juga: IMF Prediksi Sepertiga Negara Dunia Akan Resesi Ekonomi 2023, Bagaimana Indonesia?

Zandi bilang, perekonomian juga memiliki fundamental yang solid secara umum, yang dapat membantu menghindari resesi.

Ancaman paling signifikan terhadap ekonomi adalah potensi salah langkah dalam kebijakan Federal Reserve, kata Zandi. Jika Federal Reserve menaikkan suku bunga lebih tinggi dari yang diperlukan dalam upaya untuk terus menurunkan inflasi, hal itu bisa mendorong ekonomi ke dalam resesi, tambahnya.

"Namun, pandangan dasar menyatakan bahwa Fed akan dapat mencapai ini tanpa memicu resesi," kata Zandi.




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×