Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BEIJING. Investor dunia panik. Gelombang aksi jual mencengkeram seluruh bursa global. Dimulai dari China, anjloknya bursa saham dunia mulai menjalar ke Eropa, Asia, Timur Tengah, Australia hingga Amerika.
Di Asia, indeks bursa Shanghai anjlok 8,5%, kemarin. Indeks Hang Seng Hong Kong juga longsor 5,8%. Kemudian, di bursa perdagangan Mumbai, The S&P BSE Sensex melemah 5,6% atau paling rendah sejak Juli 2009. Indeks Nikkei Jepang mencatat penurunan terbesar lebih dari dua tahun yakni jatuh 4,6% ke posisi terendah dalam enam bulan. Bursa Eropa juga tak jauh berbeda. Indeks FTSE 100 turun 2,6% pada pembukaan pasar London.
Sementara itu, indeks DAX Jerman juga melemah 2,29%. Di Paris, indeks CAC 40 jatuh 3,5%. Di bursa Amerika, lebih dari seratus saham pada perdagangan awal bursa New York tergelincir setidaknya 3%. Saham-saham AS yang paling digemari seperti Apple Inc dan Netflix Inc merosot 4%.
"Ini adalah bencana nyata dan tampaknya tidak ada yang bisa menghentikannya," ujar Chen Gang, Chief Investment Officer Heqitongyi Asset Management Co seperti dikutip Bloomberg, kemarin.
Kekhawatiran investor atas perlambatan ekonomi China telah mengguncang pasar keuangan di seluruh dunia. Manufaktur China terus berkontraksi dalam tiga minggu pertama di bulan Agustus. Pada awal pekan ini, Pemerintah China mengumumkan dana pensiun di China boleh berinvestasi di saham untuk mendorong bursa cepat membaik. Namun cara ini tidak efektif mengembalikan kepercayaan investor.
Beberapa broker percaya bahwa pasar kecewa dengan kegagalan Bank Sentral China menambah likuiditas setelah memotong rasio cadangan bank. Duit senilai lebih dari US$ 5 triliun menguap begitu saja dari bursa global sejak China tiba-tiba mendevaluasi yuan pada 11 Agustus.
Langkah Pemerintah China menciutkan keyakinan investor bahwa pertumbuhan ekonomi China masih pada jalurnya. Efek The Fed Bursa di Australia yang merupakan salah satu mitra dagang terbesar China juga kena imbasnya. Harga saham-saham terkoreksi menyebabkan bursa Australia kehilangan kapitalisasi hingga US$ 60 miliar dalam waktu sehari. Harga saham Commonwealth Bank turun menjadi US$ 72,47.
Di sektor energi, harga saham produsen tambang BHP Biliton menyusut US$ 1,21 menjadi US$ 22,89 per saham. Serupa, harga saham Rio Tinto juga terjun ke level US$ 46,97. "Jika mereka (AS) menaikkan tingkat suku bunga mereka, Anda akan melihat pergerakan uang dari pasar ekuitas, mungkin ke pasar obligasi," kata Joe Hockey,
Menteri Keuangan Australia. Setali tiga uang Head of Cross-Asset Strategy SEB Thomas Thygesen menganggap spekulasi The Federal Reserve Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunga pada bulan September 2015 juga memicu aksi jual. "Kami terlalu berharap bahwa Fed bisa menaikkan suku bunga dan kami masih memiliki ekonomi yang sehat," ujar Thomas.
Bursa yang merah menyeret pasar mata uang. The Bloomberg Dollar Spot Index yang melacak 10 mata uang yang paling diperdagangkan di AS turun 0,2%. Rubel memimpin penurunan hingga 2,9% menjadi 71,15 per dollar AS. Mengekor Rusia, mata uang ringgit Malaysia juga turun 1,8%. Begitu juga dengan dollar Australia dan Selandia Baru masing-masing melemah 1,2% dan 1,4%. Rupee India juga merosot 1,3% ke level paling rendah sejak September 2013.
Hanya mata uang yen jepang dan euro yang sanggup bertahan. Menurut data Bloomberg, kemarin, yen naik menjadi 0,8% menjadi 121,31 per dollar AS, terkuat sejak 9 Juli 2015. Sedangkan, nilai tukar euro naik 0,6% menjadi US$ 1,1458.