kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

China Mempertimbangkan Penerbitan Surat Utang Jumbo Sebesar US$ 139 Miliar


Kamis, 18 Januari 2024 / 13:49 WIB
China Mempertimbangkan Penerbitan Surat Utang Jumbo Sebesar US$ 139 Miliar
ILUSTRASI. uang yuan China. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo GLOBAL BUSINESS WEEK AHEAD


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID – BEIJING. Pemerintah China sedang mempertimbangkan penerbitan utang baru senilai 1 triliun yuan atau setara US$ 139 miliar. 

Mengutip Bloomberg News (18/1), para pembuat kebijakan China sedang mencari lebih banyak uang dengan cara penerbitan utang baru. Langkah tersebut dilakukan untuk menopang negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.

Sumber Bloomberg yang mengetahui rencana stimulus tersebut mengatakan, proposal saat ini sedang dibahas oleh para pembuat kebijakan senior yang akan melibatkan penjualan obligasi negara ultra-long untuk mendanai proyek-proyek yang berkaitan dengan pangan, energi, rantai pasok dan urbanisasi.

Penjualan obligasi seperti ini sebelumnya jarang terjadi. Sebagai contoh, setelah Krisis Keuangan Asia pada tahun 1998, pemerintah China menerbitkan utang khusus untuk menambah modal bank-bank besar milik negara.

Baca Juga: Mata Uang di Kawasan Asia Tertunduk di Hadapan Dolar AS

Penerbitan surat utang terbaru terjadi pada tahun 2020, ketika pihak berwenang menerbitkan obligasi senilai 1 triliun yuan untuk membayar langkah-langkah dalam merespons pandemi. 

Pertimbangan tersebut menggarisbawahi upaya pemerintahan Presiden China Xi Jinping untuk mengalihkan tanggung jawab belanja dari pejabat daerah yang terlilit utang ke pemerintah pusat untuk mendukung perekonomian yang sedang berjuang untuk mempertahankan momentum.

Tekanan deflasi yang membandel, krisis properti yang sedang berlangsung, dan lemahnya permintaan domestik telah membebani aktivitas ekonomi sehingga mendorong seruan di kalangan ekonom dan investor agar pemerintah memberikan stimulus tambahan.

Salah satu sumber yang mengetahui rencana penerbitan obligasi tersebut mengungkapkan bahwa diskusi sedang berlangsung dan rencana bisa saja berubah. Sementara Kementerian Keuangan China tidak menanggapi permintaan komentar dari rencana stimulus tersebut.

Baca Juga: Harga Rumah di China Turun Dalam Sejak Februari 2015

Sebelumnya, China tahun lalu juga memanfaatkan penjualan obligasi pemerintah tambahan untuk membantu perekonomian. Dalam hal ini, China mengambil langkah yang tidak biasa dengan menaikkan rasio defisit fiskal pada tahun 2023 menjadi sekitar 3,8% dari produk domestik bruto. 

Tindakan tersebut melibatkan penerbitan utang negara tambahan senilai 1 triliun yuan untuk mendukung bantuan bencana dan konstruksi.



TERBARU

[X]
×