Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - China memastikan tidak ada hal abnormal dalam kandungan air laut di sekitar PLTN Fukushima Daiichi yang hancur dilanda bencana tahun 2011 silam.
China terus melanjutkan pemantauan kandungan air laut sekitar Jepang karena khawatir produk boga bahari dari kawasan tersebut mengandung radiasi berbahaya. China bahkan memblokir impor makanan laut Jepang secara total.
Pada hari Kamis (23/1), juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan, China masih akan memblokir impor sambil terus melakukan pemantauan independen.
Baca Juga: Jepang Bakal Ambil Sample Nuklir Fukushima Kedu Bulan Maret 2025
China juga akan terus menunggu langkah Jepang untuk menjamin kualitas dan keamanan produk makanan lautnya.
"Dimulainya kembali impor makanan laut Jepang bergantung pada serangkaian data ilmiah dan pemantauan independen kami, dan apakah Tokyo akan mengambil tindakan untuk menjamin kualitas dan keamanan produk akuatiknya," kata Mao dalam konferensi pers, dikutip Kyodo.
Tonton: Ini Ancaman Trump ke Putin Soal Perang Ukraina: Jadi Target Tarif Berikutnya
Sampel Air Laut Relatif Aman
Dalam pengumuman hasil penelitian, China tidak mendeteksi data abnormal dalam konsentrasi radioaktif tritium, cesium-137, dan strontium-90 dalam sampel air laut sekitar PLTN Fukushima yang diambil pada Oktober 2024.
Mengutip Global Times, China bergabung dalam survei lingkungan laut di bawah kerangka Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), bersama dengan Korea Selatan dan Swiss. Setelah ini, data spesifik akan disusun dan dirilis oleh IAEA.
Baca Juga: Menteri Luar Negeri China dan Jepang Bertemu, Bahas Perdagangan Seafood
Pada bulan September 2024, Jepang dan China sepakat bahwa impor makanan laut dari Jepang akan dilanjutkan secara bertahap, bergantung pada partisipasi China dalam kegiatan pemantauan.
China menyayangkan keputusan Jepang tahun lalu untuk membuang sisa air pendingin reaktor nuklir ke laut. Sejak bencana tahun 2011, Jepang masih berusaha mendinginkan reaktor nuklir. Limbah air yang menumpuk akhirnya dibuang ke laut setelah melalui proses pembersihan.
Meskipun demikian, banyak pakar China yang menilai bahwa pembuangan tersebut tidak memiliki legitimasi. China terus mengkritik Jepang agar mempertahankan pendekatan yang hati-hati dari perspektif ilmiah.