Sumber: DW.com | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - DW. Di tengah ancaman krisis ekonomi global dan resesi di sejumlah negeri jiran, Vietnam malah membidik pertumbuhan ekonomi setinggi 5% tahun ini. Target ambisius itu diumumkan Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc dalam sebuah pertemuan virtual dengan perwakilan bisnis dari dalam dan luar negeri.
Target pertumbuhan yang diajukan Vietnam lebih tinggi ketimbang prediksi awal Dana Moneter Internasional (IMF). Lembaga keuangan antarbangsa itu memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto Vietnam tak lebih dari 2,7%, angka yang sebenarnya sudah cukup tinggi mengingat kemunduran ekonomi global sebagai dampak pandemi.
Tahun lalu Vietnam mencatat pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Asia Tenggara dengan kisaran 7%.
Pemerintah di Hanoi bertaruh pada keberhasilan Vietnam melewati krisis kesehatan dengan relatif aman. Dengan hanya 324 kasus penularan, tanpa kasus kematian, jiran di barat laut itu dinilai akan bisa memulihkan ekonomi dengan lebih cepat dan mengundang aliran dana investasi dari luar negeri.
Ambisius, tapi tidak mustahil
Adam McCarty, ekonom senior di perusahaan konsultan Mekong Economics, meyakini Vietnam akan diuntungkan dari keberhasilan pemerintah meredam wabah corona. "Mungkin ini adalah titik balik, di mana Vietnam mulai meninggalkan kelompok negara seperti Kamboja dan Filipina, dan bergabung dengan negara yang lebih mapan seperti Thailand atau Korea Selatan, meski Vietnam belum memiliki postur PDB yang setara," katanya kepada DW.
Menurut McCarty, Vietnam telah membuktikan mampu menanggulangi ancaman yang rumit seperti krisis virus corona. "Mereka menunjukkan diri lebih mampu ketimbang kebanyakan negara Eropa dan AS. Ini adalah isyarat kuat bagi investor asing dan pemerintah negara asing."
Pemerintah di Hanoi berharap bisa melanjutkan tren positif dari beberapa tahun silam. Sejak hubungan dagang AS dan Cina diwarnai ketegangan, beberapa perusahaan mulai memindahkan basis produksi dari Cina ke Vietnam. Dengan upah buruh yang murah, jumlah angkatan kerja yang berlimpah dan iklim investasi yang terbuka membuat negara itu semakin dilirik sebagai alternatif terhadap Cina.
Vu Minh Khuong, analis Universitas Nasional Singapura, mengatakan target pertumbuhan yang dicanangkan pemerintah Vietnam, "ambisius tapi bukan mustahil," kata dia kepada DW. Dia memprediksi investor asing akan mulai berpaling dari Cina. Wabah Covid-19 dinilainya hanya memperkuat proses digitalisasi di Vietnam.
"Berkat pandemi, Vietnam melakukan lompatan kemajuan dalam transformasi digital. Tingkat transaksi online di pusat layanan publik meningkat dari 12% menjadi 24% selama dua bulan lockdown." Dia juga meyakini proyek pembangunan oleh pemerintah dan konsumsi dalam negeri akan turut mempercepat laju pertumbuhan.
Bukan tidak terdampak
Meski diyakini mampu mengalahkan pertumbuhan jiran lain di Asia Tenggara, Vietnam bukan tidak mencatat kemunduran akibat wabah corona. Dalam kuartal pertama tahun ini saja sebanyak 35.000 pelaku usaha menyatakan diri bangkrut, lapor harian VBExpress yang mengutip studi Kamar Dagang Vietnam. Pada periode yang sama pertumbuhan ekonomi tercatat macet di kisaran 3,8%, yang terendah sejak 11 tahun terakhir.
Terutama sektor pariwisata dan industri ekspor mengalami masa-masa sulit. Absennya wisatawan asing dari kawasan padat turis seperti Ha Long Bay dan Hoi An mencekik pelaku usaha, terlebih ketika pemerintah menutup perbatasan dan menghentikan penerbangan internasional.
Pabrik-pabrik tekstil ikut kebagian sial ketika anjloknya permintaan pasar turut memangkas jumlah pesanan untuk baju dan sepatu.
"Dengan dunia yang masih menderita akibat Covid-19, kegiatan ekspor akan melemah," kata McCarty. Dia menegaskan pemerintah tidak bisa berharap pulih seperti sebelum krisis. Meski angka konsumsi dalam negeri dipastikan bakal meningkat dalam beberapa bulan ke depan, target pertumbuhan 5% dirasa masih terlalu ambisius.
"Angkanya mungkin akan berkisar di 3%, tapi itu masih bagus dalam situasi sekarang ini. Pertumbuhan setinggi itu masih menempatkan Vietnam sebagai juara."