Reporter: Ferrika Sari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - BEIJING. China telah berjanji untuk menghentikan pemberian subsidi bagi industri dalam negeri yang menyebabkan distorsi pasar. Namun, China tidak mamu memberikan penjelasan detil mengenai bagaimana ia memenuhi janjinya tersebut, menurut tiga sumber yang mengetahui isi perundingan dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) pekan ini.
China berjanji untuk menyesuaikan program subsidinya dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Namun delegasi AS meragukan janji tersebut karena selama ini pihak China menolak mengungkapkan apa saja program subsidi yang mereka berikan.
Dengan tertutupnya akses untuk mengetahui bagaimana pemerintah China membiayai industri dan mengelola perusahaan negaranya itu. Maka segala janji-janji reformasi tersebut akan sulit untuk tepati. Terlebih, negoisasi perjanjian itu bersifat rahasia.
Ketegangan antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu mengambarkan bahwa untuk mengakhiri perang dagang menjadi sesuatu yang sulit. Terutama, untuk memastikan janji China akan diimplementasikan.
Perundingan yang dilakukan selama empat hari di Beijing, dinilai belum memenuhi titik temu atas tuntutan AS yang menginginkan reformasi secara struktural, menurut salah satu sumber yang terlibat dalam perundingan.
Selain membatasi pemberian subsidi, AS tengah mencari strategi untuk menyetop pemindahan secara paksa bagi perusahaan-perusahaan teknologi AS ke China serta terkait masalah pencurian data rahasia Amerika di dunia cyber.
Juru bicara kantor Perwakilan Dagang AS dan Departemen Keuangan AS tidak segera menangapi permintaan konfirmasi dari Reuters, Kamis (14/2). Kementerian Perdagangan China juga tidak mau memberikan komentar terkait masalah ini.
Perundingan kedua negara diperkirakan akan berakhir pada hari Jumat, dengan adanya pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan dua delegasi AS, Perwakilan Dagang AS Robert Lighthzer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin.
Jika kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan pada 1 Maret 2019, maka kebijakan tarif impor AS terhadap barang-barang China senilai US$ 200 miliar dijadwalkan naik menjadi 25% dari 10%.
Pembatasan program subsidi China menjadi prioritas dalam pembicaraan perdagangan bagi Perwakilan Dagang AS Robert Lightzer. Pihak Amerika Serikat mewanti-wanti, bahwa masa depan ekonomi akan akan berkembang jika Tiongkok diizinka untuk melanjutkan kebijakan industri dan menggantikan dominasi AS dalam industri teknologi tinggi.
Sejak China bergabung dengan WTO pada tahun 2001, negara ini diklaim telah gagal memenuhi kewajibannya untuk melaporkan jumlah subsisi negara, kata sumber lain yang diberikan kesempatan untuk mengarahkan pembicaraan perdagangan baru-baru ini.
Sumber China yang memberikan pengarahan pada perundingan tersebut mengatakan bahwa komitmen Beijing untuk memenuhi kewajiban WTO sesuai adalah salah satu bagian yang layak jadi bahan pembicaraan. Tetapi China tidak memiliki perhitungan berapa total jumlah keseluruhan subsidi, kata orang itu, maka tidak mungkin para pejabat Chian mengungkapkan daftar subsidi secara lengkap.
Amerika Serikat dan ekonomi barat lainnya telah lama protes kepada WTO karena pihak China kurang transaparan memberikan informasi mengenai program subsidi, menurut mereka memberikan keuntungan yang tidak adil kepada perusahaan-perusahaan China dan berakibat produk barang barang melimpah dan terpaksa dibuang ke pasar global.
Pemerintah China membiayai perusahaan-perusahaanya dengan banyak cara, termasuk memberikan pinjaman yang disesuikan dengan kebijakan negara, kemudian pemberian investasi langsung, keringanan pajak dan insetif dari pemerintah daerah.
Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa tahun lalu mengusulkan agar WTO menindak negara-negara yang tidak melaporkan subsidi yang hanya menguntungkan perusahaan domestik. Langkah ini telah mendapatkan dukungan dari berbagai negara, termasuk Argentina.
“Orang China tidak memberikan perhitungan tentang apa yang harus diketahui semua orang mengenai subsidi negara yang diberikan secara besar-besaran, termasuk melalui sektor perbankan negara terbesar di planet ini. Subsidi ini dibangun hanya untuk mengamburkan uang,” kata salah satu sumber yang akrab dengan perundangan ini.