Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dolar Amerika Serikat bergerak melemah dan mendekati penurunan mingguan terbesar dalam empat bulan pada perdagangan Kamis (27/11/2025), seiring volume transaksi yang menipis menjelang libur Thanksgiving di AS.
Situasi ini membuat para investor mulai mencermati prospek tahun depan, ketika AS tampak semakin sendirian dalam siklus pemangkasan suku bunga.
Di pasar Asia, yen Jepang menguat 0,2% ke posisi ¥156,11 per dolar, didukung perubahan nada yang semakin hawkish dari para pejabat Bank of Japan.
Baca Juga: Dolar AS Melemah Rabu (26/11) Pagi: Efek Data Ekonomi & Kandidat Ketua The Fed Baru
Dengan pasar AS tutup, likuiditas perdagangan valuta asing menurun, sehingga pergerakan harga menjadi lebih mudah berfluktuasi.
“Ini bisa menjadi lingkungan yang menarik bagi otoritas Jepang untuk melakukan intervensi di pasar dolar/yen,” kata Francesco Pesole, analis valas ING.
“Namun, kemungkinan mereka tetap lebih memilih intervensi setelah data yang bersifat negatif bagi dolar, dan perlambatan pergerakan pasangan tersebut mungkin telah mengurangi urgensi,” tambahnya.
Euro menurun tipis, pasar memantau perkembangan pembicaraan damai Ukraina
Euro turun 0,05% ke US$1,1590, setelah sempat menyentuh level tertinggi 1,5 pekan di US$1,1613. Para pelaku pasar kini menunggu perkembangan negosiasi terkait potensi kesepakatan damai Ukraina, yang berpotensi mengangkat nilai mata uang tunggal tersebut.
Utusan AS, Steve Witkoff, dijadwalkan melakukan perjalanan ke Moskow pekan depan untuk berbicara dengan para pemimpin Rusia. Namun, seorang diplomat senior Rusia menegaskan bahwa Moskow tidak akan memberikan konsesi besar.
Dolar Selandia Baru melesat, didukung sikap hawkish bank sentral
Dolar Selandia Baru (NZD) melonjak ke level tertinggi tiga pekan di US$0,5728, menguat sekitar 2% sejak bank sentral mengambil sikap hawkish sehari sebelumnya.
Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) memangkas suku bunga pada Rabu, tetapi menyatakan bahwa opsi menahan suku bunga sebelumnya sempat dipertimbangkan, dan mengindikasikan siklus pelonggaran moneter kemungkinan telah berakhir.
Baca Juga: Dolar AS Tak Goyah Selasa (25/11) Pagi, Meski Ekspektasi Suku Bunga The Fed Menguat
Data ekonomi yang solid pada Kamis memperkuat sentimen tersebut:
-
Penjualan ritel meningkat pada kuartal III
-
Kepercayaan bisnis naik ke level tertinggi dalam satu tahun
Pasar kini memproyeksikan adanya kenaikan suku bunga pada Desember 2026, berbanding terbalik dengan ekspektasi pemangkasan lebih dari 90 basis poin oleh Federal Reserve hingga akhir tahun depan.
“Tanda-tanda pemulihan ekonomi Selandia Baru benar-benar mulai tumbuh pesat,” ujar Imre Speizer, analis Westpac.
Dolar Australia Menguat, Diuntungkan Imbal Hasil Obligasi Tertinggi di G10
Dolar Australia (AUD) juga menguat setelah data inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan pada Rabu memperkuat pandangan bahwa siklus penurunan suku bunga Australia telah selesai.
Obligasi Australia kini menawarkan imbal hasil:
-
3-year yield: 3,86%
-
10-year yield: 4,5%
Keduanya merupakan yang tertinggi di antara negara-negara G10, membuat AUD dinilai relatif murah.
AUD diperdagangkan di US$0,6536, berada di tengah rentang perdagangan yang bertahan dalam 18 bulan terakhir. Namun analis dari Societe Generale, Kit Juckes, menilai bahwa pergerakan AUD belakangan lebih berkorelasi dengan yuan China dibandingkan imbal hasil obligasi—dan ini dapat mendukung kenaikan lanjutan seiring penguatan yuan beberapa sesi terakhir.
Di sisi lain, PBOC lewat mekanisme fixing menahan yuan di level stabil 7,08 per dolar pada Kamis.
Pound Inggris ikut menguat
Pound sterling naik ke level tertinggi sejak akhir Oktober di US$1,3265, dan tengah menuju penguatan mingguan terbesar sejak Agustus, didorong reaksi positif pasar terhadap anggaran Inggris yang dinilai mengurangi kekhawatiran soal kondisi fiskal negara tersebut.
Baca Juga: Harga Emas Naik, Terdorong Spekulasi Pemangkasan Suku Bunga dan Pelemahan Dolar AS
Indeks dolar AS naik tipis 0,1% ke 99,62, namun masih menuju penurunan mingguan terbesar sejak Juli, setelah sempat menyentuh level tertinggi enam bulan pekan lalu.
“Pasar akan segera mulai memikirkan perdagangan besar untuk 2026, dan saya sangat ragu bahwa posisi ‘long USD’ akan menjadi salah satunya,” kata Brent Donnelly, Presiden Spectra Markets.
Donnelly menambahkan bahwa jika Kevin Hassett, penasihat ekonomi Gedung Putih dan pendukung pemangkasan suku bunga, ditunjuk sebagai Ketua Federal Reserve yang baru, hal itu akan menjadi sentimen negatif bagi dolar.
Ia juga menilai bahwa setelah Jumat, “permintaan USD dari korporasi dan institusi besar akan selesai.”













