Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Dolar Amerika Serikat (AS) bergerak stabil pada Rabu (10/9/2025), mempertahankan kenaikan yang terjadi sehari sebelumnya.
Investor menahan diri sambil menunggu rilis data inflasi penting pekan ini, yang akan menjadi penentu arah pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Setelah laporan ketenagakerjaan yang buruk pekan lalu memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga dalam rapat kebijakan 16–17 September, kini fokus pasar tertuju pada seberapa besar langkah The Fed: apakah 25 basis poin (bps) atau 50 bps.
Baca Juga: Efek Reshuffle, Rupiah Tertekan di Tengah Penguatan Mata Uang Asia, Selasa (9/9)
Banyak analis menilai peluang pemangkasan agresif masih kecil.
“Ambang batas untuk pemangkasan 50 bps cukup tinggi. Harus ada kejutan besar berupa penurunan inflasi inti agar The Fed lebih longgar,” kata Kieran Williams, Head of Asia FX di InTouch Capital Markets.
Data Producer Price Index (PPI) AS akan dirilis Rabu waktu setempat, disusul laporan Consumer Price Index (CPI) pada Kamis. Hasilnya akan sangat memengaruhi arah ekspektasi pasar hingga akhir 2025.
Saat ini, pelaku pasar menilai peluang penuh untuk pemangkasan 25 bps pekan depan, dengan probabilitas hanya 5% untuk 50 bps, dan total 66 bps pemangkasan hingga akhir tahun.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Anjlok 1% ke Rp 16.482 Per Dolar AS Hari Ini (9/9), Terburuk di Asia
Indeks dolar (DXY) berada di level 97,834, stabil setelah naik 0,3% sehari sebelumnya. Namun secara keseluruhan, indeks dolar sudah turun sekitar 10% sepanjang 2025 akibat kebijakan dagang AS yang tidak menentu serta ekspektasi pemangkasan suku bunga.
Dari data terbaru, laporan revisi pada Selasa menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja AS dalam 12 bulan hingga Maret ternyata 911.000 lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Hal ini mengindikasikan pasar tenaga kerja sudah melemah bahkan sebelum tarif impor besar-besaran Presiden Donald Trump diberlakukan.
Meski demikian, ekspektasi pemangkasan suku bunga tetap terjaga. “Saya rasa pemangkasan 50 bps justru akan merusak sentimen pasar saat ini,” kata Matt Simpson, analis senior City Index di Brisbane.
“The Fed akan berhati-hati agar tidak terlihat tunduk pada tekanan politik Trump.”
Baca Juga: Sinyal The Fed: Dolar AS Melemah, JPY Menguat! Untung Rugi?
Selain AS, investor juga mencermati dinamika politik global, termasuk suksesi perdana menteri baru di Jepang dan Prancis yang tengah dilanda krisis fiskal.
Dari kawasan regional, perhatian pasar tertuju pada rupiah Indonesia yang anjlok 1% pada Selasa (9/9) setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dicopot dari jabatannya.
Keputusan mengejutkan Presiden Prabowo tersebut menimbulkan kekhawatiran investor, mengingat Sri Mulyani dianggap sebagai figur penting yang menjaga disiplin fiskal di tengah rencana belanja besar pemerintah.
“Risiko fundamental kini cenderung mengarah ke pelonggaran fiskal, di tengah tekanan politik dan tuntutan pembiayaan program populis,” kata Williams.
“Tanpa jangkar kredibel, rupiah tetap rentan, meski cadangan devisa Bank Indonesia bisa jadi penyangga sementara.”