Reporter: Khomarul Hidayat, Yuwono Triatmodjo | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Seluruh dunia kini tengah menunggu arah ekonomi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Ini penting untuk menentukan masa depan ekonomi dan investasi global.
Jika sesuai janji kampanye, program ekonomi Trump memiliki dua sisi mata pisau. Dalam perdagangan internasional semisal, Trump menolak segala bentuk perdagangan bebas dan internasional serta proteksi ekonomi akan menyulitkan ekspor ke AS.
Rencana Trump yang akan agresif pada negara-negara yang membayangi ekonomi AS di perdagangan internasional, seperti China, Jepang, Meksiko, dan Korea Selatan juga bisa berefek negatif pada ekonomi negara- tersebut. Pun dengan rencana adanya tarif masuk produk China dan Meksiko masing-masing 40% dan 35% ke pasar AS.
Namun, di sisi lain, rencana Trump menyederhanakan pajak penghasilan, memangkas pajak korporasi serta pajak usaha kecil diyakini membawa angin segar, bagi ekonomi AS. Begitu juga dengan rencana Trump mengalokasikan dana US$ 1 triliun bisa memulihkan ekonomi AS.
Jika ekonomi pulih, efek gulirnya bisa mengerek ekonomi dunia. Dengan berbagai alasan itu, Moody's Investors Service memperkirakan di bawah kendali Trump, AS akan memimpin pertumbuhan ekonomi global dua tahun ke depan Lembaga pemeringkat internasional itu memprediksi, AS akan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi paling tinggi dari negara G7 alias negara maju pada tahun 2017 dan 2018.
Moody's memprediksi ekonomi AS akan tumbuh 2,2% pada tahun 2017 dan 2,1% di 2018. Adapun tahun ini ekonomi AS diprediksi tumbuh 1,6%.
Elena Duggar, Associate Managing Director Moody's bilang, meningkatkan pertumbuhan lewat kenaikan belanja fiskal, terutama infrastruktur dan pemotongan pajak adalah langkah tepat bagi AS. Hanya kebijakan proteksionis Trump akan berdampak merugikan di jangka menengah.
Sementara Goldman Sach menyebut, kombinasi kebijakan Trump yakni proteksi perdagangan, stimulus fiskal, pengetatan imigrasi dan suku bunga lebih tinggi akan membebani pertumbuhan ekonomi global.
Ding Shuang, Kepala Riset Ekonomi China di Standard Chartered Hong Kong bilang, proteksi perdagangan AS tidak hanya akan membuat China menderita. Negara lain, terutama negara berkembang juga menderita," ujarnya.