kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.838   -98,00   -0,62%
  • IDX 7.375   -117,00   -1,56%
  • KOMPAS100 1.138   -21,48   -1,85%
  • LQ45 901   -19,17   -2,08%
  • ISSI 224   -2,25   -1,00%
  • IDX30 464   -11,08   -2,33%
  • IDXHIDIV20 561   -11,73   -2,05%
  • IDX80 130   -2,39   -1,80%
  • IDXV30 139   -1,92   -1,37%
  • IDXQ30 155   -2,88   -1,82%

Ekonomi melambat, emiten besar AS pangkas karyawan


Senin, 16 Maret 2015 / 10:00 WIB
Ekonomi melambat, emiten besar AS pangkas karyawan
ILUSTRASI. Twibbon HUT TNI 2023.


Sumber: CNBC | Editor: Hendra Gunawan

Banyak cara mempertahankan kinerja perusahaan saat ekonomi dunia tengah panas dingin. Jalan pintas yang banyak diambil pelaku usaha dalam upaya memangkas beban operasional adalah memecat karyawan alias pemutusan hubungan kerja (PHK). Pengurangan jumlah karyawan juga bisa terjadi kala perusahaan menjual sejumlah unit bisnisnya.

Fenomena PHK ini bisa menimpa siapa saja, termasuk mereka yang bekerja di perusahaan kakap. Perusahaan besar berpendapatan miliaran dollar Amerika Serikat (AS) yang menjadi anggota indeks Standard & Poor's 500 pun mengalami hal serupa. Asal tahu saja, Indeks S&P 500 adalah indeks yang beranggotakan 500 emiten beraset besar dari seluruh dunia.

Dari anggota Indeks S&P 500, terjaring 10 besar nama perusahaan yang paling banyak merumahkan karyawan sepanjang 2014. Seperti diwartakan CNBC, Jumat (13/3), 10 entitas itu memangkas lebih dari 20% karyawannya.

Hess Corporation menduduki tempat pertama dalam kasus PHK dengan porsi sebanyak 75% dari total karyawan. Disusul Chesapeake Energy yang merumahkan 49% karyawan, Intercontinental Exchange 31,4%, Motorola Solutions 28,6%, Dover Corporation 27%, Time Warner Cable Enterprises 24,7%, Kimberly Clark Corporation 24,6%, QEP Resource 23,6% serta CF Industries Holdings sebesar 21,11%.

Pengurangan beban gaji karyawan bisa jadi menyebabkan perusahaan lebih efisien. Namun langkah ini tidak lantas mengubah pandangan investor terhadap bisnis emiten tersebut yang sebagian besar bergerak disektor energi. Maklum, keterpurukan harga komoditas menyebabkan investor kalang kabut. Maka tak heran bila harga 10 saham tersebut rata-rata hanya naik 0,2% dalam setahun terakhir. Angka ini lebih mini ketimbang pertumbuhan indeks S&P 500 sebesar 10,6%.

Perlu dicatat, pengurangan jumlah karyawan tersebut juga bisa terjadi saat perusahaan menjual unit usaha kepada pihak lain. Seperti yang terjadi pada Hess Corporation yang melego bisnis pompa bensin dan ritelnya kepada Marathon Petroleum pada akhir tahun 2014.

Dari aksi Hess tersebut, sebanyak 8.700 pekerja kini tidak lagi bekerja pada perusahaan yang membukukan laba bersih US$ 5,1 miliar per Desember 2013 ini. Jumlah karyawan Hess pada akhir tahun 2014 tercatat sebanyak 3.045 orang, dari sebelumnya 12.225.

Demikian juga dengan Chesapeake Energy yang memiliki bisnis inti minyak dan gas (migas). Perusahaan yang bermarkas di Oklahoma AS ini merupakan produsen gas alam terbesar kedua di AS. Chesapeake memangkas setengah dari jumlah karyawannya akibat menjual bisnis jasa perminyakan pada Juni 2014. "Kami mengurangi 5.100 orang karyawan," sebut manajemen Chesapeake seperti dikutip oleh CNBC, Jumat (13/3).

Emiten lain yang juga memangkas jumlah karyawan adalah Motorola Solutions. Dalam penjelasan kepada otoritas bursa, perusahaan telekomunikasi yang digawangi Greg Brown selaku Chief Executive Officer (CEO) ini mengaku bisa menghemat US$ 96 juta dari PHK terhadap 1.200 orang karyawannya.

Namun PHK di Motorola belum akan berhenti. Sebab, Brown meningkatkan target penghematan beban Motorola lewat berbagai cara, dari sebesar US$ 200 juta menjadi US$ 300 juta hingga akhir tahun 2015 mendatang.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×