Reporter: Barratut Taqiyyah, Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BEIJING. Sengketa wilayah antara dua negara dengan perekonomian terbesar di Asia kian meruncing. Hari ini (17/9), sejumlah perusahaan utama Jepang memilih untuk menutup pabriknya di China. Pemerintah Jepang mengimbau agar warganya untuk tetap tinggal di rumah pada hari ini. Sebab, aksi protes terhadap Jepang semakin meluas. Hal ini bahkan mengancam hubungan perdagangan antar kedua negara.
Aksi protes anti-Jepang di China pada akhir pekan lalu masih terus berlangsung. Bahkan, sejumlah perusahaan Jepang ternama seperti Toyota dan Honda menjadi bulan-bulanan massa yang marah. Tak heran sejumlah media massa China mengingatkan bahwa hubungan perdagangan antar kedua negara tengah berada di ujung tanduk.
"Saya tidak akan keluar hari ini dan saya meminta pacar saya yang merupakan orang China untuk menemani saya sepanjang hari," jelas Sayo Morimoto, wanita 29 tahun lulusan universitas di Shenzhen.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kayo Kubo, seorang ibu rumah tangga yang tinggal di kota Suzhou, China Timur. Dia bilang, keluarga kecilnya dan sejumlah pekerja ekspatriat Jepang tidak akan keluar rumah seiring dengan gejolak anti Jepang di sejumlah kota di Negeri Panda itu.
"Banyak sekali orang yang marah. Saya tidak pernah menyaksikan hal semacam ini sebelumnya. Saya sangat takut," jelas Kayo.
Sekadar informasi, Ketegangan antara dua negara dengan perekonomian besar di Asia ini memang semakin memuncak setelah pemerintahan PM Jepang Yoshihiko Noda menyatakan pada pekan lalu niatannya untuk membeli pulau sengketa dari perusahaan swasta asal Jepang. Hal ini mendorong China untuk menyiagakan kapal perang milik pemerintah dekat pulau yang dinamakan Senkaku oleh Jepang dan Diaoyu oleh China itu.
Sengketa tersebut muncul karena kedua negara tegah bergulat dengan perlambatan ekonomi global. Sedangkan China saat ini tengah mempersiapkan suksesi kepemimpinan yang dilakukan sekali dalam satu dekade.