Reporter: Barratut Taqiyyah, Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BEIJING. Sengketa wilayah antara China dan Jepang kian memburuk. Apalagi setelah Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda meminta pemerintah China untuk memastikan keselamatan warga Jepang di Negeri Panda itu.
Sebelumnya dilaporkan, aksi demonstrasi besar-besaran meletus di sejumlah kota besar China terkait sengketa pulau. Sebut saja Beijing, Shanghai, dan Guangzhou. Mereka menuntut agar pemerintah menunjukkan kedaulatan China dan menyerukan untuk memboikot produk-produk Jepang.
Aksi ini juga diwarnai kekerasan di mana massa China merusak sejumlah properti milik warga Jepang. Beberapa contoh adalah perusakan kantor Toyota Motor Corp dan Panasonic Corp. Di kota Shenzen, pihak kepolisian harus menggunakan gas air mata serta water cannons untuk menghentikan massa melakukan penjarahan di sebuah department store milik Jepang.
"Saya meminta dengan sangat pemerintah China memastikan keamanan warga Jepang di China," demikian pernyataan Noda kemarin (16/9) seperti yang disiarkan NHK dalam program "Debat Minggu".
Ketegangan antara dua negara dengan perekonomian besar di Asia ini memang semakin memuncak setelah pemerintahan Noda menyatakan pada pekan lalu niatannya untuk membeli pulau sengketa dari perusahaan swasta asal Jepang. Hal ini mendorong China untuk menyiagakan kapal perang milik pemerintah dekat pulau yang dinamakan Senkaku oleh Jepang dan Diaoyu oleh China itu.
Sengketa tersebut muncul karena kedua negara tegah bergulat dengan perlambatan ekonomi global. Sedangkan China saat ini tengah mempersiapkan suksesi kepemimpinan yang dilakukan sekali dalam satu dekade.
"Ini merupakan pukulan lain bagi perekonomian global. Biaya kerugian yang harus ditanggung China mungkin sedikit. Namun, tidak demikian halnya dengan Jepang yang perekonomiannya sangat tergantung dari industri otomotif," jelas Andy Xie, mantan chief Asia economist Morgan Stanley.