Sumber: Fortune | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Vidya Peters, CEO DataSnipper, perusahaan otomasi cerdas berbasis di Amsterdam yang berfokus pada transformasi data di industri audit dan keuangan, menegaskan bahwa Eropa mampu melahirkan perusahaan teknologi bernilai miliaran dolar layaknya Amerika Serikat (AS).
Peters sebelumnya pernah menjabat sebagai COO Marqeta dan CMO MuleSoft, serta memimpin tim produk dan pemasaran di Intuit.
Menurut Peters, dunia kerap memandang Eropa sebagai kawasan yang terfragmentasi, birokratis, dan kekurangan pendanaan. Namun, justru keterbatasan inilah yang melahirkan perusahaan tangguh bernilai miliaran dolar.
“Kelangkaan memaksa disiplin, fragmentasi menghadirkan talenta beragam, dan pendanaan terbatas membuat pendiri startup berpikir global sejak hari pertama,” ujarnya.
Baca Juga: Duh, Daya Saing Indonesia versi IMD WCR Turun 13 Peringkat
Peters mencontohkan perjalanan awal DataSnipper. Para pendiri hanya bermodal beberapa laptop, ruang kerja bersama yang juga dijadikan tempat makan siang, serta produk awal yang nyaris belum sempurna.
Meski tampak sebagai keterbatasan, kondisi ini justru membuat tim bergerak cepat.
“Ketika sumber daya terbatas, Anda harus kreatif, tangkas, dan bergerak cepat. Daripada menunggu kondisi sempurna, Anda mengambil tindakan dengan apa yang ada,” jelas Peters.
Tim DataSnipper fokus secepat mungkin memasukkan produk ke tangan pelanggan, meski sering kali terlalu dini.
Baca Juga: Rangking Daya Saing Indonesia versi IMD WCR Merosot 13 Peringkat, Apa Biang Keroknya?
Hal ini menciptakan siklus umpan balik yang cepat sehingga produk dapat segera diperbaiki. Pendekatan hemat dan tangkas tersebut menjadi DNA perusahaan hingga kini.
Keunggulan Lokasi Eropa untuk Pasar Global
Berbeda dengan startup Amerika Serikat yang bisa berkembang besar di pasar domestik, startup Eropa harus langsung berpikir global. Hal ini terbukti menguntungkan.
Dari kantor pusat di Amsterdam, DataSnipper dapat menjangkau pasar beragam di Eropa, merekrut talenta multibahasa, serta melayani pelanggan lintas benua hanya dalam hitungan jam.
“Pagi panggilan dengan Asia, siang demo dengan Madrid, sore presentasi untuk New York, semua dari Amsterdam,” kata Peters.
Baca Juga: Penurunan Daya Saing Indonesia Bisa Ganggu Arus Investasi
Eropa juga memiliki keunggulan dalam perekrutan. Perusahaan dapat mempekerjakan penutur asli untuk pasar utama tanpa harus membuka anak usaha di luar negeri, serta lebih mudah merekrut tenaga kerja dari luar Uni Eropa dibanding prosedur visa H1-B di Amerika.
Peters menekankan bahwa banyak pendiri startup Eropa keliru jika hanya mencari pendanaan di dalam negeri. Untuk membangun perusahaan global, diperlukan modal global.
Salah satu investor terbesar DataSnipper bahkan berasal dari pendekatan langsung tanpa perantara. Menurut Peters, pendanaan global tidak hanya soal modal, tetapi juga membuka akses ke pelanggan, talenta, dan mitra di berbagai kawasan.
Eropa Mampu Bersaing dengan Silicon Valley
Peters mengakui, pertumbuhan mungkin bisa lebih cepat jika DataSnipper berbasis di Amerika Serikat. Namun, kecepatan bukanlah segalanya.
“Keterbatasan di Eropa memaksa kami disiplin. Kami tidak menggalang dana berlebihan terlalu dini, tidak merekrut melebihi kapasitas pendapatan, dan tidak mengejar fitur yang tidak dibutuhkan,” jelasnya.
Baca Juga: Daya Saing Anjlok, PR Indonesia Banyak
Kini, DataSnipper tetap berkantor pusat di Eropa, memiliki tim lintas benua, serta melayani pelanggan di 170 negara. Peters menegaskan, kisah sukses unicorn berikutnya bisa saja lahir bukan dari California, melainkan dari kota di Eropa yang sejak awal berpikir global.